Berak & Kencing

the-reason-men-dont-pee-in-public_o_259848

Maafkan saya bila membahas mengenai dua hal itu kali ini. Juga maafkan saya bila tidak menggunakan bahasa yang lebih “halus” rasanya. Saya sengaja tidak menggunakan kata “buang air” seperti lazimnya digunakan bahasa Indonesia sebagai eufemisme.

Kenapa? Justru karena saya ingin mengingatkan kita semua, bahwa siapa pun kita, setinggi apa pun jabatan kita, secantik atau seganteng apa pun kita, sekaya apa pun kita, sehebat apa pun kita, seluar biasa dan sedahsyat apa pun kita, berak dan kencing ya begitu-begitu juga. Bau, kotor dan menjijikkan. Tidak ada ceritanya berak dan kencingnya pejabat lebih bagus bentuknya, tidak ada ceritanya berak dan kencingnya artis lebih wangi baunya, tidak ada ceritanya berak dan kencing orang kaya lebih mengkilat warnanya, tidak ada ceritanya berak dan kencing orang sukses luar biasa lebih dahsyat dan enak kalau dijilat.

Ini sebenarnya cara Tuhan mengingatkan manusia, “nothing special with you guys!” Al-Qur’an berkali-kali mengingatkan, “Tidakkah kamu berpikir?” Dan inilah salah satu cara Tuhan meminta kita berpikir. Saya makin yakin pada kebenaran Islam justru karena kalimat-kalimat semacam ini, yang tidak ada di kitab suci agama lain. Islam sangat mengedepankan akal-budi, bukan doktrin semata.

Mengingat berak dan kencing sama halnya dengan mengingat bahwa kita berasal dari air mani laki-laki yang juga menjijikkan, bercampur dengan sel telur wanita yang cuma bisa hidup di dalam rahim. Meskipun teknologi telah mampu membuat inseminasi buatan, tapi tetap saja zat spermatozoa dan sel telur asli dibutuhkan. Artinya, ada zat-zat yang secara fisik menjijikkan tetap terlibat dalam proses ini.

Maka, tiap kali melihat manusia hebat, atau sebaliknya kita sendiri merasa hebat, ingatlah kamar mandi atau toilet. Mungkin ini lebih dekat dan bisa dilihat daripada mengingat kuburan yang jauh…

 

Ilustrasi: memecenter.com