Saya seorang movie goers, penikmat film. Menonton film bagi saya bukan sekedar menonton an sich, tapi untuk mereguk cercah kehidupan yang direkamnya. Maka, menyaksikan film-film drama ala JIFFEST atau sebutannya “film festival” yang non-komersial, terasa lebih nancep. Kalau menyaksikan film action dar-der-dor atau bak-bik-buk sih jelas sekedar untuk hiburan saja.
Filim-film yang teringat hingga bertahun-tahun biasanya ada dua jenis. Film itu memang bagus “dari sononya” atau punya nilai kenangan bagi penontonnya. Untuk kategori pertama, biasanya ini film pemenang festival terutama Oscar atau Golden Globe. Sementara untuk yang kedua sangat subyektif. Itu bisa film pertama yang kita tonton bersama pasangan, atau film yang kita saksikan bersama keluarga di masa kecil.
Bagi saya, menyaksikan filim membuat hidup seakan mudah. Karena di film, tanpa kita apa-apain pun masalah akan selesai sendiri. Dalam hidup kita aslinya kan tidak bisa begitu ya?
Ada beberapa film yang secara subyektif memiliki nilai kenangan bagi saya. Tapi, film-film semacam ini hindari untuk menontonnya sering-sering. Justru film-film pembangkit motivasi yang sering saya putar berulang-ulang. Film-film ini kerapkali justru film-film mengerikan seperti serial Saw atau Final Destination. Karena dari situ, saya jadi mengerti arti penting kehidupan.
Entah kenapa, hidup memfavoritkan saya sebagai muridnya. Buktinya, saya diberikan ujian terus, dan terus, dan terus. Hehehe. Dan melalui film, saya jadi mampu memandang hidup saya sendiri sebenarnya adalah film. Cuma saya tidak tahu siapa yang menontonnya. Bisa jadi saya sendiri nanti setelah hidup saya berakhir. Karena saya yakin, semua yang kita kerjakan di dunia ini direkam oleh Tuhan. Kalau manusia saja bisa membuat film dalam rekaman berbagai format, masa’ Tuhan tidak bisa?
Ilustrasi: the40by40.com