Kata “spartan” adalah pengistilahan dari kata sifat “gagah-berani, tangguh, tak kenal menyerah, disiplin ketat, yakin dan percaya diri sepenuhnya”. Secara harfiah, kata “Spartan” berarti “orang Sparta”. Ada kisahnya kenapa orang asal kota kecil di Yunani itu disamakan dengan kata sifat yang semuanya positif itu.
Konon, di satu masa jauh sebelum kelahiran Yesus (kita kenal dengan istilah Sebelum Masehi/SM atau Before Christ/BC) kerajaan Yunani Kuno tengah terancam oleh ekspansi kerajaan Persia. Berkali-kali terjadi pertempuran, salah satunya adalah Perang Messenian Kedua. Kota Sparta mendeklarasikan diri sebagai kota merdeka sementara banyak kota lain sudah jatuh ke tangan Persia. Mereka begitu yakin dan percaya diri sepenuhnya pada nilai-nilai mulia yang mereka anut. Hingga terjadilah Pertempuran Termopilus (Battle of Thermopylae) pada tahun 480 SM. Pertempuran ini menjadi legendaris dalam sejarah dunia karena untuk pertama kalinya suatu unit pasukan tempur dalam jumlah kecil mampu membuat repot pasukan penyerang yang lebih besar.
Pasukan Sparta dipimpin oleh Raja Leonidas I. Jumlah mereka konon hanya terdiri dari 300 orang warga asli Sparta (disebut Spartiates), 700 orang Thespian dan 400 orang Theban. Mereka mempertahankan kota Sparta sampai titik darah penghabisan melawan pasukan Persia yang berjumlah ribuan orang dan bersenjata lebih lengkap dan modern (tentu untuk ukuran masa itu). Hebatnya, pasukan Sparta ini mampu bertahan dalam jangka waktu lama dan menimbulkan kerugian besar di pasukan penyerbu. Jumlah pasukan penyerbu yang tewas konon juga ribuan hingga mayatnya bisa ditumpuk seperti bukit. Di era modern, meski saya tak terlalu suka pada sinematografinya, film 300 (2007) mampu menyajikan penggambaran pertempuran dahsyat itu. Angka 300 tentu merujuk pada jumlah prajurit asli Sparta-Yunani yang berperang melawan ribuan pasukan Persia.
Di era kemudian bahkan hingga kini, kata “spartan” diberi makna positif seperti saya tuliskan di awal. Misalnya sewaktu kecil saya kerap mendengar istilah ini diucapkan orangtua saya. Misalnya saat memuji Muhammad Ali, ada kalimat “dia kalau bertinju spartan banget” atau “pantas dia banyak menang, wong latihannya aja spartan”.
Hidup sejatinya adalah perjuangan penuh perang dengan aneka pertempuran. Dalam hidup, kita yang bukan tentara dan tidak mengalami masa perang tentu tak harus menghadapi pertempuran dalam arti harfiah. Namun, sebenarnya setiap hari kita mengalami aneka jenis ‘pertempuran’ dalam arti kiasan. Pertempuran untuk memenangkan order dari client, pertempuran untuk dipromosikan, pertempuran memenangkan hati sang pujaan, bahkan yang kecil-kecil seperti pertempuran mendapatkan bus lebih awal atau datang ke kantor lebih pagi. Untuk semuanya itu kita harus berjuang untuk menang.
Apalagi bagi yang tengah menghadapi “perang”, harus siap “spartan” dalam jangka panjang. “Perang” ini misalnya bagi yang tengah membangun kerajaan bisnisnya seperti saya. Atau perang mempersiapkan diri menjadi tokoh masyarakat yang dikenal bagus reputasinya seperti sahabat saya Indra Jaya Piliang yang tengah berperang menjadi Walikota Pariaman-Sumatra Barat. Atau perang melawan miras (minuman keras) seperti yang genderangnya ditabuh oleh kawan saya Fahira Fahmi Idris. Atau perang di skala bangsa melawan korupsi, terorisme, kebodohan dan hal-hal negatif lainnya. Daftarnya bisa Anda tambahkan sendiri.
Sikap “spartan” ini merupakan perwujudan jiwa ksatria luar-biasa. Tidak akan menyerah pada sulitnya kehidupan. Terus berjuang hingga titik-darah penghabisan. Bahkan, andaikatapun harus mati seperti akhirnya dialami para Spartan asli, setidaknya kita mati dalam keadaan terhormat.
Be a winner at the war in life, or at least die when you still trying hard to win every single battle! Be Spartan!
Foto: 300spartanwarriors.com