Selalu Ada Langkah Pertama

1448315835_1372596434

Dua tahun belakangan, sering sekali saya mencoba aneka hal baru. Memulai kembali ayunan langkah pertama. Habis-habisan mengubah kebiasaan pribadi hingga jumpalitan mencari cara mempertahankan usaha dan mencari penghasilan. Luar biasa! Dan itu cuma gara-gara satu orang: mantan pasangan saya. (Eh, dua ding. Bersama selingkuhannya. Hehehe).

Sekarang, saya sudah bisa tertawa lagi. Banyak hal yang membuat saya mentertawakan kebodohan diri. Salah satunya saat saya dihadang preman suruhan selingkuhan mantan pasangan saya, seharusnya saya membiarkan diri dihajar saja. Kalau perlu sampai nyaris mati sekalian. Biar masuk berita. Waktu itu, saya meloloskan diri dan akibatnya, tak ada bukti fisik nyata adanya penganiayaan atas diri saya. Teman polisi yang saya bawa ke TKP cuma mendapatkan kesaksian ragu-ragu dari beberapa satpam, tapi mereka menolak bersaksi resmi bila kasusnya dibuatkan LP (Laporan Polisi)-nya. Padahal, saat kejadian, ada 20-an orang satpam yang menyaksikan bagaimana saya dihadang dan mobil saya digebrak dengan kasar! Rekaman CCTV tak bisa di-print out karena saya tak membuat LP.

Waktu itu, pertimbangan saya adalah eman pada pasangan saya. Kasihan, karirnya sedang menanjak dan dikagumi orang banyak. Bila saya ‘hajar’ dengan LP, pasti akan hancur berantakan. Kalau sudah begitu, saya juga yang nanti disalahkan lagi oleh adiknya yang gelap mata. Belum lagi tesisnya yang nyaris selesai membuat saya makin eman. (Sayangnya saat wisuda ia tak lagi mau mengabari saya, padahal saat itu kami masih sah jadi pasangan. Lagipula sayalah yang membantunya mengerjakan banyak tugas kuliahnya. Saya yakin ia juga tidak mencantumkan sepatah kata pun ucapan terima kasih di kata pengantar tesisnya). Whew! Tuhan yang mana pun akan tahu itu tidak adil!

Tapi hari ini, saya memutuskan menyudahi semuanya secara sepihak. Padahal, masih ada banyak urusan kami yang belum beres. Tidak adanya itikad baik dari pihaknya untuk menyelesaikan membuat saya “mengalah untuk menang”. Dan pada dasarnya, saya sudah menang. Siapa pun selingkuhannya, mau dia Pangeran dari Negeri Impian sekali pun, kata Malaikat sayalah yang tetap jadi juaranya. Setinggi apa pun pangkat dan jabatan mantan pasangan saya sekarang, anugerah Tuhan kepada diri saya ternyata jauh lebih banyak dan jelas berkah. Puji Tuhan! Halleluya!

Untuk itu, hari ini, untuk kesekian kalinya saya memulai langkah pertama lagi di bidang lain. Follower Twitter saya mungkin “keberisikan” pada cuitan saya sepanjang Sabtu siang-sore ini. Ya, karena saya bergabung ke suatu komunitas baru yang bagi saya unik. Komunitas itu bernama “@nebengers”. Kenapa dinamai begitu? Karena memang di situ dipertemukan antara mereka yang #caritebengan dan #beritebengan. Saya cukup sering memberi tebengan orang lain sejak kuliah, tapi tidak dalam suatu wadah terorganisir seperti ini. Terus-terang saya baru tahu keberadaan komunitas ini saat diprofilkan di Kompas. Setelah itu, saya memutuskan “mencari”-nya. Dan saat tadi pagi membaca di linimasa Twitter, bahwa komunitas ini ada acara sore hari Sabtu (21/9), saya memutuskan iseng menghadirinya. Di sana, saya merasa lebih muda 10 tahun karena ternyata penggiatnya kebanyakan memang berusia 20-an tahun. Bahkan, saya disambut hangat secara pribadi oleh Founder-nya, Andreas A. Swasti. Ia begitu ramah, energik dan murah hati. Pantas bila komunitas yang masih ‘seumur jagung’ ini seakan jadi trending topic dan mendapatkan ekspose media serta dukungan sponsor.

Bergabung ke komunitas bagi saya memberi energi kehidupan yang baru. Membuat saya merasa dibutuhkan lagi oleh orang lain, setelah dengan semena-mena semua yang saya beri dicampakkan begitu saja oleh orang yang pernah saya muliakan. Pekan depan, ada deklarasi Hari Komunitas Nasional. Insya ALLAH saya dan komunitas saya akan hadir. Namun, saya harus memilih mewakili satu komunitas saja, karena terus-terang saya ini “banci tampil”, ada di banyak komunitas. Hehehe…

Selain itu, ada energi yang kembali dalam bentuk positif saat memberi. Bergabung dengan komunitas berarti harus siap memberi dan bersedekah. Bersedekah tak harus dengan uang, tapi juga bisa dengan pikiran, tenaga, waktu dan kompetensi atau keahlian. Insya ALLAH, dengan izin Tuhan, saya juga segera merealisasikan impian lama membuat program pemberdayaan masyarakat. Tentu tak sendirian, ada banyak teman sevisi yang insya ALLAH membantu. Ini juga merupakan langkah pertama lain lagi bagi saya.

Saya kini seperti bayi. Secara kiasan, saya harus kembali belajar berjalan lagi. Berjalan perlahan mengarungi kehidupan.

Harapan saya cuma satu, semoga Tuhan memberi saya waktu untuk kembali memulai langkah pertama dengan penuh kesabaran, ketabahan dan kegigihan. Aamiin. Bantu do’akan saya ya LifeLearner…  0:-)

Foto ilustrasi: bubblews.com

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s