Mobil Nasional

Mobil Esemka

Mobil Esemka buatan SMK 1 Surakarta saat diuji-coba oleh Jokowi sebagai Walikota Solo beberapa waktu lalu

Mobil merupakan satu barang mewah atau kebutuhan tersier yang sudah jadi kebutuhan masyarakat urban kelas menengah. Meski sebenarnya kita tahu, harga mobil di Indonesia paling mahal di dunia, tapi ternyata tingkat penjualannya terus melejit. Bisa jadi, ini karena meningkatnya daya beli masyarakat sebagai efek positif dari meningkatnya pendapatan per kapita nasional. Menurut Kompas otomotif online berdasarkan data dari Gaikindo, penjualan ritel mobil pada semester pertama tahun ini naik 10,6 persen menjadi 582.366 unit dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu 526.490 unit. Bahkan untuk wholesale (WS) atau penjualan keseluruhan pertumbuhannya lebih tinggi lagi yaitu menjadi 12,1 persen atau 600.352 unit dari sebelumnya 535.261 unit.

Data ini tentu menambah optimisme produsen dan Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) otomotif asing di Indonesia. Keyakinan pada pasar yang positif itu yang melatarbelakangi dibukanya Indonesia International Motor Show (IIMS) 2013 hari ini. Pameran otomotif yang diklaim penyelenggaranya sebagai terbesar di Asia Tenggara ini dipastikan akan menyedot pengunjung dan transaksi. Maklum, produsen pabrikan mobil berlomba-lomba memberikan harga promosi yang lebih murah daripada harga di pasaran sehari-hari.

Di samping gegap-gempita kemewahan pameran, di media massa tengah hangat polemik akan dibuatnya “mobil murah”. Kata “murah” harus diberi tanda kutip karena harganya sebenarnya masih mahal: antara 70-100 juta. Pemerintah menyebutnya dengan Low Cost Green Car (LCGC) atau mobil murah ramah lingkungan. Ini memantik “perang wacana” antar pejabat. Ada Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta yang menentang ide pengadaan LGCC. Ide yang awalnya muncul dari Menteri Perindustrian MS Hidayat. Ironisnya, mobil ini dibuat oleh produsen mobil Toyota dan Daihatsu. Menperin tidak sendirian, ia didukung oleh Wakil Presiden Budiono. Di sisi penentang, selain duo pimpinan ibukota, juga Menteri Perhubungan E.E. Mangindaan. Intinya, Jokowi menyinggung 17 langkah penanganan kemacetan lalu lintas di Jakarta, dimana LGCC dianggap bertentangan dengan hal itu.

Polemik ini kemudian bersilang-sengkarut dengan permasalahan sarana-prasarana jalan yang kurang memadai, transportasi publik, kemacetan di ibukota, dan kebijakan industri mobil nasional. Rasanya bagi yang punya rasa nasionalisme, akan miris melihat negara jiran sudah memiliki mobil nasional. Padahal, sebenarya Indonesia mampu membuatnya. Buktinya, kini merek-merek mobil asing terutama asal Jepang memiliki komponen lokal lebih dari 80 %. Pabrik-pabrik otomotif di negeri kita juga menyuplai pasar di Asia bahkan dunia.

Lantas apa yang kurang? Satu hal: niat baik atau political will pemerintah. Karena tampak ada ‘sabotase’ dari pemangku kepentingan otomotif di negeri ini yang tidak ingin Indonesia mandiri sebagai negara produsen. Naiknya tingkat perekenomian rakyat cuma dipandang sebagai pasar belaka bagi produsen dari negara lain. Sebenarnya tidak hanya mobil, tapi juga aneka jenis produk konsumtif lain. Mulai dari telepon genggam hingga makanan. Mulai dari sajadah sampai pesawat terbang. Lihatlah di pasar modern tempat Anda berbelanja, berapa yang menuliskan dengan bangga: buatan Indonesia atau made in Indonesia? Atau tengok saja barang-barang di sekitar Anda, berapa banyak yang buatan anak negeri?

Kita bangsa besar, rakyat kita kian pintar, jangan mau dibodohi oleh penguasa yang berkolaborasi dengan pengusaha besar pemilik modal. Sudah saatnya Indonesia berdaulat di negeri sendiri.

One response to “Mobil Nasional

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s