Tengah malam tadi, dari sekitar jam 22:00 WIB Selasa (17/9) hingga jam 00:30 Rabu (18/9) di O’ Channel ditayangkan film lawas buatan tahun 1992 berjudul Bob Roberts. Filmnya sendiri membosankan bagi penggemar film action, bahkan penyuka film drama sekali pun. Agak terlalu suram dan njelimet, dibuat seolah adalah film dokumenter dari pencalonan seorang musisi bernama Bob Roberts menjadi calon senator dari Pennsylvania.
Lika-liku dan penggambaran dalam filmnya mirip All The President’s Men (1976). Bedanya, film terakhir ini berasal dari kisah nyata sepak terjang dua jurnalis Washington Post Carl Bernstein dan Bob Woodward dalam membongkar skandal Watergate. Ini adalah skandal besar dalam sejarah Amerika Serikat modern, karena sampai memaksa Presiden Richard Nixon mengundurkan diri akibat terbukti menyalahgunakan kekuasaan dalam memenangkan kampanye.
Di Indonesia, rasanya kalau diungkap akan ada banyak skandal semacam ini. Saat ini kita mungkin sudah lupa pada Buloggate misalnya, yang diduga melibatkan para pejabat teras negeri ini. Saya masih ingat kasus ini karena ada nama Suwondo, yang jabatan resminya ‘cuma’ “tukang pijat pribadi presiden” saat itu, K,H. Abdurrahman Wahid. Ia diduga menerima uang milyaran, tapi tak jelas juntrungannya hingga kini.
Demikian pula saat Ahmad Fathanah hari Senin (16/8) lalu kembali diperiksa di persidangan dengan menghadirkan saksi para “wanita”-nya, mata kita kembali terbeliak. Seorang yang mencitrakan diri taat beragama, aktivis partai yang mengaku “partai dakwah”, ternyata begitu ‘ajaib’ tingkah-lakunya.
Sebenarnya, apa yang digambarkan dalam film Bob Roberts tadi semata menggambarkan dunia politik. Bahwa seorang politikus akan menggunakan segala cara yang dimungkinkan untuk memenangkan persaingan. Jabatan sebagai wakil rakyat begitu menggiurkan, melebihi menjadi rakyat itu sendiri. Karena atas nama rakyat, sang wakil berhak atas aneka anggaran dan fasilitas yang disediakan negara. Karena itulah barangkali, banyak sekali yang menargetkan diri menduduki jabatan wakil rakyat semata demi meningkatkan kualitas hidup. Padahal, seharusnya niat tulus menjadi wakil rakyat adalah demi memperjuangkan nasib rakyat, bukan memperjuangkan nasib sendiri.
Foto: suara-islam.com