Membaca kepala berita (headline) harian Kompas hari ini, terus terang saya miris. Disebutkan bahwa Rupiah & IHSG terus terpuruk. Memang trend penurunan ini sudah terjadi sejak dua pekan lalu. Dan celakanya terus terjadi. Bahkan Menteri Keuangan M. Chatib Basri sudah mengeluarkan pernyataan negatif bahwa ini akan berlangsung hingga awal 2014.
Saya bukan ahli ekonomi, saya cuma rakyat biasa. Tapi setidaknya saya tahu bahwa hal ini akan berpengaruh pada naiknya harga-harga di masyarakat. Kita tahu dari berita bahwa harga kedelai yang semuanya diimpor sudah naik. Kabarnya harga laptop dan barang elektronik lain di Glodok juga sudah naik. Karena begitu banyak hal di pasar masih impor, saya kuatir semua harga pada akhirnya akan ikut naik.
Pemerintah yang digawangi orang-orang pintar tentunya akan sudah tahu langkah-langkah apa yang harus dilakukan. Sebenarnya selain untuk mengerem pelemahan nilai rupiah, yang lebih penting adalah menjaga kestabilan harga terutama bahan pokok. Secara pribadi, saya masih heran kenapa ktia perlu membuka keran impor lebar-lebar untuk berbagai komoditi yang sebenarnya di dalam negeri tersedia. Sebutlah seperti sapi dan kedelai. Kenapa kita tidak berinvestasi pada pengembangan pertanian, peternakan, dan perkebunan dalam negeri? Bahkan konon ikan pun kita impor. Lho, padahal laut Indonesia itu justru yang terkaya di dunia. Ini sepertinya kita dibohongi. Orang (dan perusahaan) asing mendapatkan konsesi untuk menjarah kekayaan alam Indonesia, diolah di negerinya, lalu kita disuruh membeli lagi produk yang sebenarnya berasal dari kita itu.
Melihat cara kerja Jokowi menetralisir pengaruh preman Tanah Abang, saya rasa pemerintah pusat seharusnya bisa melakukan hal yang sama. Preman itu adalah “orang lapangannya” mafia, sementara boss-nya mafia sudah pasti “orang gedongan”. Carilah mereka. Ajak duduk bersama. Karena UUD (Ujung-Ujungnya Duit), tawari kompensasi pengganti dari potensi kerugian yang mungkin timbul. Intinya adalah bagaimana Indonesia sebagai sebuah negara berdikari (berdiri di atas kaki sendiri) seperti wasiat Bung Karno. Para boss mafia penguasa impor berbagai komoditi itu pastilah mau diajak berunding asalkan diberi kompensasi dan diperlakukan dengan baik.
Dengan begitu, tanpa perlu redenominasi, rupiah akan menguat. Bahkan dengan potensi yang ada, pertumbuhan ekonomi positif, jumlah rakyat yang besar, kelas menengah ekonomi yang terus tumbuh, maka seharusnya Rupiah bisa menjadi mata uang terkuat di ASEAN. Bahkan kalau kita terus bahu-membahu membangun negeri kita, seharusnya kita bisa terkuat ketiga di Asia, di bawah Yen (Jepang) dan
Yuan Renminbi (China). Kenapa tidak?
Foto: www.thepresidentpost.com