Soekarno & Ende

rumah Bung Karno di EndeAda satu episode dalam hidup Soekarno dimana ia diasingkan pemerintah kolonial Hindia Belanda ke Ende-Flores pada tahun 1934-1938. Dalam kajian biografis tentangnya maupun analisa sejarah pergerakan kebangsaan, periode ini seringkali tidak diperhatikan serius. Buku-buku sejarah standar yang pernah saya baca –terutama kurikulum dari pemerintah- cuma menyebutkan beberapa peran Soekarno seperti mendirikan PNI di tahun 1927, berpidato “Indonesia Menggugat” sebagai pleidoi saat dipenjara di Sukamiskin tahun 1930, penggali Pancasila 1 Juni 1945 dan tentunya sebagai Proklamator Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Di masa Orde Baru, peran Soekarno pasca kemerdekaan paling ditonjolkan justru di saat kejatuhannya sebagai imbas Peristiwa 30 September-1 Oktober 1965. Dengan sedikit “bumbu kepahlawanan” saat menginisiasi Konferensi Asia-Afrika 1955, walau mengabaikan gagasannya membuat Conefo sebagai tandingan PBB. Walau sebenarnya gagasan ini adalah buah kelanjutan KAA.

Dari kumpulan tulisan Prisma yang saya baca (seperti saya sebutkan hari Senin lalu), saya jadi tahu bahwa Ende adalah kawah Chandradimuka bagi Bung Karno. Di sana, ia tidak memiliki massa dan pengikut seperti di Jawa. Malah, banyak orang Ende yang baru tahu siapa Soekarno saat ia datang bersama keluarganya. Di sana, ia bertransformasi dari “singa podium” menjadi “manusia perenung”. Ternyata banyak buah pemikiran Soekarno lahir di Ende, termasuk konsepsi awal Pancasila. Ia masuk ke dimensi dirinya yang lain, pribadi yang paling dalam, his inner self. Itulah yang ditulis Daniel Dhakidae tentang Soekarno dan Ende (rujukan lihat catatan kaki).

Menurut bahasa Dhakidae, bila saat di penjara Soekamiskin-Bandung (1929-1931) Soekarno terjerembab in valle doloris, tapi justru sebaliknya di Ende-Flores ia menemukan doloris anti-dotum. Saya menyadari, bahwa inti dari itu sebenarnya penyikapan atas keadaan. Sama-sama kondisi ditahan dan terpenjara, tapi menyikapinya secara berbeda akan membawa hasil berbeda pula.

Saya merenungi apa yang terjadi kepada Soekarno dan membandingkannya dengan apa yang saya alami. Jujur saya merasa Tuhan tidak adil dengan memberikan kepada saya cobaan yang bagi saya luar biasa berat. Meski tidak dikirim ke penjara fisik oleh pemerintah seperti Soekarno, saya merasa terpenjara oleh keadaan saat ini.  Tapi, saya jadi tahu, Tuhan ingin saya menemukan inner self saya, saya yang sejati. Meminjam istilah Paulo Coelho dalam novel Sang Alkemis, Tuhan ingin saya menemukan “jiwa buana” saya. Kesuksesan hidup memang penting, kekayaan apalagi, juga kepintaran, tapi ada yang lebih dalam dari itu. Dan saya mencoba merubah persepsi dari sedang mengalami kondisi “dihajar Tuhan”, menjadi “diajar Tuhan”. Dengan begitu saya tidak lagi memaknai apa yang saya alami sebagai lembah kenestapaan (in valle doloris) tapi sebagai pengobat luka (doloris anti-dotum). Insya ALLAH.

Catatan Kaki: Dhakidae, Daniel. Dari Tempat Pembuangan Menjadi Rumah Pemulihan: Makna Soekarno bagi Ende, dan Ende bagi Soekarno. Artikel dalam antologi tulisan Prisma edisi khusus Volume 32,  No.2 & No3,2013. Soekarno: Membongkar Sisi-sisi Hidup Putra Sang Fajar. Jakarta: LP3ES, 2013. p.113-146.

Catatan Bhayu: Untuk rujukan, versi ringkas tulisan di atas dapat dibaca di posting berjudul Ende, Flores & Pemulihan Soekarno.

Foto: nusantarahistory.com

Bhayu blogger Indonesia

3 responses to “Soekarno & Ende

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s