Hanya di beberapa negara Idul Fitri dirayakan lebih meriah daripada Idul Adha. Terutama sekali ternyata di negara-negara Asia Tenggara dan Selatan. Karena di negara-negara Timur Tengah, justru hari raya Idul Adha lebih dibesarkan karena bertepatan dengan ibadah Haji.
Kemeriahan terasa karena ada tradisi mudik. Di Indonesia, Malaysia, Bangladesh dan Pakistan, fenomena ini amat terlihat. Itu karena di negara-negara tersebut urbanisasi ke kota-kota besar masih tinggi angkanya. Kaum perantau pulang ke kampung halaman karena selain ingin bersilaturahmi juga menunjukkan eksistensi hasil kerja-kerasnya di perantauan.
Kepentingan eksistensi inilah yang kerap kali lebih mewarnai. Secara gamblang, mereka hendak pamer kekayaan. Fenomena ini terjadi begitu derasnya di masyarakat. Apalagi saat ini kelas menengah ekonomi tengah membesar. Pendapatan per kapita penduduk naik, sehingga memungkinkan untuk mengakomodasi gaya hidup di kelas yang lebih tinggi.
Saya sebenarnya secara pribadi sedih, kenapa hari yang seharusnya suci bagi agama ini dijadikan untuk melakukan tindakan yang justru bertentangan. Pamer kekayaan jelas dilarang oleh agama, juga bermewah-mewahan hingga banyak makanan mubazir terbuang percuma. Juga tindakan sia-sia dan malah membuat keonaran seperti pawai takbir keliling dan membakar petasan. Apalagi pentas musik berlabel “tabligh akbar” yang justru menonjolkan para penampil yang tidak Islami.
Bagi yang bisa melihat, justru di saat itulah setan dan bala-tentaranya ikut menunggangi tindakan yang mengatasnamakan agama itu. Jangan salah lho, justru beda dengan kita, semua iblis dan setan itu mengakui ALLAH SWT sebagai Tuhan sejati. Malah ada hadist yang menyebutkan mereka juga shalat. Mereka cuma melawan melaksanakan perintah-Nya, dulu di awal terciptanya manusia diawali dengan pembangkangan perintah sujud kepada Nabi Adam a.s. Sehingga efeknya juga sering terjadi pada manusia yang menunda melaksanakan kebaikan, menyegerakan keburukan dan menganggap remeh dosa serta menyelimuti perbuatan maksiat sebagai berkat.
Makanya, semua perbuatan sia-sia itu sebenarnya karena bujukan setan. Seolah halal atau mubah, padahal sebenarnya haram. Sayangnya, ini seperti sunatullah yang harus terjadi. Fenomena dimana manusia memilih mengedepankan eksistensi diri daripada perintah Illahi.