Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Ramadhan tahun ini saat sahur tidak menyaksikan televisi. Selain sudah tidak ada pasangan hidup lagi, kali ini saya lebih banyak di RS menunggui Ibu saya yang sedang terbaring sakit. Karena beliau perlu istirahat, maka televisi hampir tak pernah dinyalakan. Maka, di antara kesempatan yang amat jarang untuk beristirahat, saya memilih tidak menyaksikan program serius. Hiburan yang ada ternyata justru dari acara Yuk Kita Sahur (YKS) di Trans TV.
Ternyata, acara ini menarik banyak pengunjung dan penonton. Dengan demikian juga menarik banyak sponsor. Bintang-bintangnya pun yang terhitung comedian paling top saat ini di layar kaca: Raffi Achmad, Olga Syahputra, Cinta Laura, Kiwil dan trio Cagur: Denny, Wendy dan Nardji. Ada beberapa nama lagi seperti Tara Budiman , Chand Kelvin, dan Tyson. Tapi yang paling menarik justru bukan artis-artis tersebut, tapi tarian yang diberi nama sesuai penciptanya: Goyang Caisar. Menurut referensi yang saya baca, nama itu memang asli milik penciptanya: Caisar Aditya Putra (23). Meski begitu, di panggung, kostumnya dibuat mirip dengan Caesar-nya Romawi.
Tarian ini “gila” karena mampu “menyihir” jutaan pemirsa. Sederhana dan mudah ditirukan, dirancang untuk ditarikan cukup dengan berdiri di tempat. Ini agar penonton di studio yang berdesakan tidak perlu meninggalkan tempat duduknya. Kita tahu, kebanyakan tari musti bergerak melangkah ke sana-ke mari. sebutlah seperti poco-poco yang juga populer beberapa tahun lalu. Tapi “Goyang Cesar” tidak. Cukup berdiri di tempat, menggoyangkan tangan, bahu dan mengangkat kaki sedikit. Maka jadilah.
Ditingkah lagu dangdut yang kini makin populer, berjudul “Bika Titik, Joss”, gerakan ini marak ditirukan berbagai kalangan. Terutama, tentu saja, pemirsa setia Trans TV. Lagu dangdut koplo itu sendiri awalnya dinyanyikan oleh Eny Sagita, kemudian makin populer saat diusung oleh Juwita Bahar. Penciptanya sendiri agak tidak jelas, dari referensi yang saya baca adalah O.M. Sonata. (kalau LifeLearner ada informasi lain, saya sangat terbuka menerimanya).
Sebenarnya, apa yang ditampilkan Trans-7 ini merupakan satu cerminan aspirasi pemirsa televisi pada khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya. Karena di tingkatan terbawah, rakyat cuma butuh hiburan murah. Hidup sudah sangat sulit, dan untuk melepaskan diri dari “lingkaran setan” itulah mereka perlu acara-acara semacam YKS. Apalagi, ada kemungkinan membawa pulang hadiah berupa uang tunai dan hadiah lainnya (di edisi khusus Lebaran, akan disediakan hadiah berupa mobil!). Rasanya itu lebih dari cukup sebagai alasan program televisi semacam ini kini digemari.