Siapa Tak Butuh Uang? Bohong besar kalau ada orang yang tak butuh uang. Yang ada adalah kadar kebutuhannya mungkin berbeda. Tapi orang hidup, semua butuh uang. Apalagi saat keadaan darurat seperti yang keluarga kami alami hari ini. Ibu saya mengalami musibah kecelakaan dan jatuh sakit, sehingga harus dievakuasi dengan menggunakan ambulans. Kecepatan penanganan medis, sangat tergantung dari ketersediaan uang.
Tiga orang dokter bergantian didatangkan ke rumah orangtua saya. Dan akhirnya 10 jam setelah kecelakaan, barulah tim paramedis lengkap beserta seorang dokter datang bersama ambulans untuk mengevakuasi. Sesampainya di Rumah Sakit, ketersediaan kamar dan penanganan cepat di Unit Gawat Darurat juga sangat tergantung dari ketersediaan uang. Kartu kredit Platinum memperlancar segalanya. Bahkan pelayanan yang diberikan lebih cepat daripada memakai asuransi. Jelas sekali, uang bicara.
Dahulu, saya juga pernah mengalami kecelakaan di jalan saat SMP. Dibawa ke Rumah Sakit, penanganannya juga sangat cepat, karena saya dijamin oleh orangtua yang cukup berada dari segi ekonomi. Saat saya sampai di Rumah Sakit, dokter dan perawat jaga di UGD berlarian menyambut saya yang dibawa dengan mobil pribadi. Saya jadi merasa seperti di film atau sinetron saja.Tindakan segera dilakukan sehingga saya tidak mengalami hal yang fatal.
Sekarang, sisa operasi saat itu nyaris tidak terlihat, padahal lazimnya orang yang mengalami hal ini membekas dengan parah. Saat kuliah saya kembali harus dioperasi, kekuatan uang juga bicara. Solusi terbaik diberikan rumah sakit, bahkan dengan mengesampingkan keuntungan. Dokternya memilih metode yang lebih murah karena dianggapnya itu malah lebih efektif daripada menggunakan peralatan mahal yang justru dianjurkan pihak RS. Rupanya, sang dokter memilih memihak pasien daripada RS tempatnya bekerja.
Demikian pula saat ayah saya sakit beberapa tahun lalu, meski penyakitnya tergolong “ringan”, tapi “ada harga ada rupa”. Karena dirawat di VIP, maka pelayanannya luar biasa . Apalagi saat nenek saya sakit hingga meninggal, karena pihak RS di kota asal ayah saya tahu bahwa beliau adalah Ibu kandung ayah saya, maka pelayanan “Super-VIP” diberikan. Walau beliau akhirnya wafat, namun seluruh jajaran direksi termasuk Direktur Utama RS bersangkutan ikut hadir saat pemakaman.
Saya makin sadar, hidup di era ini memang uang jadi yang utama. Pengalaman pribadi saya dua kali kehilangan pasangan hidup karena “kalah kuat” dalam soal ekonomi membuat saya marah. Apalagi menyadari adanya kedaruratan medis mendadak seperti dialami Ibu saya hari ini.
Saya harus super-kuaya-ruaya. Saya harus sukses luar biasa.. Saya harus banyak uang hingga seperti banyaknya uang seperti lautan luas. Kalau perlu jumlah uang saya harus bisa dipakai untuk berenang, seperti Gober Bebek. (Ini bercanda, tapi serius lho!). Saya harus mampu membuat uang yang bicara, bukan lagi mulut saya. Semoga Tuhan mendengar dan mengabulkan tekad saya ini. aamiin.
Foto: m.inilah.com