Setiap kita ingin berbuat kebaikan, pasti akan muncul bujukan setan. Jangan salah, setan itu tidak selalu menampakkan wujud aslinya yang seram. Ia justru seringkali menyusup di hati manusia, menjadi OTB (Organisme Tanpa Bentuk). Dan seringnya, ia justru tampil dalam bentuk yang menyenangkan, misalnya pesta-pora. Maka, saya sependapat dengan seorang ustadz yang berceramah di Masjid Agung Sunda Kelapa ba’da Maghrib hari Senin (8/7) lalu. Ia mengkritisi acara yang kerap digelar di tempat terbuka dengan dalih Ramadhan. Acara itu berupa panggung musik dan hiburan lain yang seringkali penampilnya berpakaian seronok. Sudah begitu acara yang diliput langsung stasiun televisi itu sudah berlangsung sejak siang hingga tengah malam. Itu berarti menembus waktu shalat Ashar, Maghrib, dan Isya’. Tentu juga Tarawih karena masih bulan Ramadhan. Maka, meski dinamai “tabligh akbar” sekalipun, acara itu sejatinya tidak Islami. Tentu kalau tidak mau dibilang malah acara maksiat atau panggung pemujaan setan.
Saya juga sering geleng-geleng kepala menyaksikan mereka yang melakukan takbir keliling dengan kendaraan bak terbuka. Wajah mereka garang dan bukannya teduh. Kendaraan yang ditumpangi menzalimi orang lain dengan melanggar aturan dan memacetkan arus lalu-lintas. Belum lagi petasan yang disulut dan sampah yang dibuang sembarangan, tentu menimbulkan gangguan tersendiri.
Apa yang saya herankan adalah, negara kita bukan negara agama, tapi kenapa pelanggaran hukum berkedok agama, mengatasnamakan agama atau dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku mewakili agama malah dibiarkan begitu saja? Contoh di atas masih ringan. Kita melihat banyak kasus pelanggaran hukum seperti pengusiran warga Syi’ah di Madura, penghancuran fasilitas warga Ahmadiyah, pelarangan pendirian gereja di Bogor dan Bekasi, dan masih banyak lagi yang lainnya. Tapi aparat penegak hukum diam saja atau justru malah berpihak pada pelanggar hukum.
Apabila membaca literatur sejarah abad pertengahan, kita mudah menemui institusi agama mengatasnamakan kuasa Tuhan yang mutlak melakukan penodaan terhadap harkat dan martabat manusia. Misalnya membakar hidup-hidup orang yang dituduh penyihir. Seharusnya, di abad modern ini kita tak lagi mempertontonkan kekejaman itu. Tapi, rupanya setan pun trendy dengan mengikuti perkembangan zaman. Sehingga bujukannya pun makin tersamar, bahkan bisa jadi dalam bungkus agama sekali pun.
Bhayu blogger Indonesia
Ilustrasi foto: www.thousandtyone.com