Krisis Dunia

imagesDunia kecil kita terbatas. Seperti saat saya mengetik posting ini, saya hanya bisa memantau ruangan sebesar kira-kira 7 X7 meter saja. Paling-paling dari jendela saya melihat lalu-lalang kendaraan dan orang di luar. That’s it.

Sementara kalau kita melihat dunia besar, begitu banyak krisis yang tengah terjadi. Di Mesir sedang terjadi pergolakan kekuasaan, sementara di tanah air sendiri selain bencana di Aceh juga tengah terjadi kekuatiran mengenai harga-harga yang merambat naik memasuki bulan Ramadhan. Apalagi beberapa waktu lalu pemerintah baru saja menaikkan harga BBM. Begitu banyak masalah dan krisis dunia yang terjadi.

Tapi tahukah Anda, semua itu tak berarti bila dunia kecil kita aman? Karena sebenarnya, sama seperti yang saya sebutkan di paragraf pertama, kemampuan kita cuma sebatas itu saja.

Coba renungkan, tiap hari kita berpapasan dengan ribuan orang di jalan. Tapi, berapakah yang kita kenal? Toh, kita cukup merasa aman punya teman sekantor beberapa belas atau puluh, ditambah eks teman kuliah atau sekolah, plus tetangga dan beberapa teman gaul. Tentu, itu masih di luar keluarga yang sampai kapan pun akan tetap jadi bagian dunia kecil kita.

Dunia kecil itu kita jaga baik-baik, berusaha agar tidak runtuh. Maka, kalau ada orang yang sampai bunuh diri, itu berarti ia merasa dunianya runtuh. Bukan dunia besar tentu saja, tapi dunia kecil. Percuma mengatakan kepada orang yang sedang depresi -sebabnya bisa macam-macam, mulai dari putus cinta sampai kalah bermain saham- bahwa “dunia tak selebar daun kelor”. Karena dunia yang dihadapi orang itu bukanlah dunia besar, tapi dunia kecil yang memang “selebar daun kelor”. Solusinya adalah mengajaknya mengenal “daun kelor” lain atau memperbesar “daun kelor” miliknya.

Krisis dunia besar sedahsyat apa pun akan tak terasa kalau kita masih bisa punya uang cukup, orang-orang yang mencintai dan mendukung kita apa adanya, dan tempat untuk pulang. Bila itu tidak ada, maka dunia besar gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerta raharja pun tak ada gunanya sebagai tempat hidup. Karena dunia kecil yang bersangkutan sedang krisis.

Ramadhan adalah sarana untuk melihat bahwa Tuhan masih sayang kita dan memberikan kesempatan terus, dan terus, dan terus, dan terus… seperti Choki-Choki (halah! kok iklan gratis?). Menghadiri tarawih di berbagai masjid seperti yang saya lakukan adalah sarana “memperlebar daun kelor” tadi. Termasuk juga menghadiri jamuan buka puasa di berbagai dunia kecil tempat kita berpijak. Yuk, ramaikan dunia besar tempat kita sama-sama hidup ini dengan “mendekorasi” dunia kecil kita dan mengkoneksikannya dengan dunia kecil orang lain. Niscaya hidup akan terasa indah.

Ilustrasi: electionsmeter.com

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s