Entah makhluk apa atau siapa yang membisiki, itulah frasa yang hadir di kepala saya saat saya sedang putus asa. Hidup memang berat, tapi ia harus dijalani dengan gagah-berani. Banyak orang takut mati, saya tidak. Tapi kita juga tidak boleh takut hidup. Karena bila memaksa mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri misalnya, itu berarti takut hidup. Karena di dunia ini ada begitu banyak masalah dan tidak ada orang hidup tanpa masalah, maka niscaya setelah hidup pun bisa jadi masih ada masalah.
Masalah terbesar adalah apabila ternyata amal kita saat hidup kurang. Padahal, mati adalah tiket sekali jalan. Kita tak bisa kembali hidup lagi saat sudah mati. Sebagai penganut agama samawi yang percaya bahwa siklus hidup itu linier, saya harus sadar bahwa tak ada lagi kesempatan memperbaiki hidup saat sudah mati.
Paling celaka adalah apabila kita sebagai umat beragama divonis masuk neraka oleh Tuhan. Gambaran neraka di semua agama sama: panas karena api yang menyala, penuh siksaan mengerikan dan tentu saja dijaga oleh malaikat kuat yang tak bisa disogok seperti penjaga penjara di dunia. Tak mungkin lolos dari neraka kecuali dengan ampunan Tuhan. Dan tidak seperti putusan Mahkamah Agung atau grasi Presiden di dunia, ia tak bisa “diusahakan” dan kita tak akan dibela oleh pengacara.
Satu yang jelas, bila di penjara dunia Anda masih bisa makan “nasi Padang” bahkan bisa tidur berleha-leha, jangan harap bisa melakukan hal yang sama di neraka. Minuman sesederhana es jeruk saja tidak akan bisa kita dapatkan lagi. Tak ada waktu tidur karena sepanjang waktu kita disiksa. Dan yang disebut waktu itu bukan setahun-dua tahun, waktunya tak berbilang alias abadi sepanjang masa. Naudzubillah min dzalik…