Seperti telah saya tulis pekan lalu, pada hari Rabu (9/1) saya menghadiri workshop yang diadakan oleh komunitas Tangan Di Atas (TDA) cabang Jakarta Selatan. Dalam kesempatan tersebut saya mendapatkan pembelajaran cukup banyak. Namun yang paling penting: semangat! Kenapa? Karena dalam forum tersebut saya melihat bahwa saya tak sendirian. Banyak teman senasib-sepenanggungan. Bahkan, sebenarnya banyak yang nasibnya di bawah saya.
Sebenarnya permasalahan di UMK (Usaha Mikro Kecil) rata-rata terdiri dari beberapa hal berikut:
- Permodalan. Umumnya usaha yang baru mulai ada berjalan kurang dari 2 tahun akan mengalami masalah ini. Permodalan dimaksud adalah dalam soal kapital. Karena permodalan non-kapital seperti keahlian dianggap tidak menjadi perhatian UMK.
- Kapasitas atau Kemampuan Produksi. Di tahap awal, UMK akan serba-salah. Memproduksi banyak takut tidak laku, tapi sebaliknya saat laku dan banyak pesanan malah tidak mampu memproduksi lebih banyak.
- Lokasi Usaha. Biasanya lokasi usaha masih di rumah atau menggunakan tempat usaha milik keluarga, kerabat atau kenalan. Sebenarnya tidak masalah selama masih memungkinkan dijangkau konsumen dan tidak mengganggu linkungan.
- Perizinan atau Legalitas Usaha. Ini biasanya diabaikan dulu karena ketiadaan dana dan waktu untuk mengurusnya. Kalau skalanya masih kecil dan tidak dipasarkan secara luas seperti ke pasar modern tidak apa-apa. Tapi kalau hendak berkembang, seyogyanya dibereskan agar tidak jadi masalah di kemudian hari.
- Pemasaran. Setelah mampu berproduksi, biasanya juga bingung akan dijual ke mana? UMK biasanya belum punya jaringan luas. Dan produk baru apalagi yang belum berizin tak bisa masuk sembarangan ke pasar. Maka, cara terbaik adalah dengan “gethok tular” atau “word of mouth”. Mulai pasarkan dari lingkungan terdekat kita, bisa keluarga atau tetangga. Bisa juga menggunakan social media seperti FaceBook.
- Kemasan atau Packaging. Bagi yang memproduksi barang, masalah kemasan kerapkali juga seadanya. Padahal, inilah “wajah” dari produk kita. Konsumen akan “jatuh cinta pada pandangan pertama” kalau kemasannya menarik. Namun di atas semuanya, cobalah terapkan kepraktisan dan kebersihan (higienis) dari kemasan Anda, terutama kalau produknya makanan-minuman.
- Kelancaran Perputaran Uang (Cash Flow). Modal kapital yang digunakan sebagai awal produksi harus kembali agar bisa digunakan lagi. Namun, seringkali usahawan UMK lupa bahwa tidak semua barang yang diproduksi laku dipasarkan. Juga tidak segera uang yang ada di pasar bisa ditarik, apalagi kalau produk kita dititipkan dengan sistem konsinyasi. Umumnya, pihak toko atau penjual akan menerapkan sistem 3:1 alias 3 kali taruh/titip barang baru bisa 1 kali diambil uangnya. Di sini, usahawan UMK harus pintar mengelola uang.
- Pencatatan Keuangan. Terkait dengan hal di atas, ini juga sangat rentan masalah bagi usahawan UMK. Biasanya bon-bon tidak diarsipkan dan pembukuan uang masuk-keluar tidak dicatat. Padahal, ini sangat penting terutama bila nanti usahanya berkembang dan memerlukan tambahan permodalan dari lembaga pembiayaan. Prinsip bankable salah satunya adalah ketersediaan pencatatan keuangan ini.
Nah, kalau Anda usahawan UMK, maka niscaya hal-hal di atas sering dihadapi. Karena namanya masalah, maka harus dicari solusinya. Selain dari literatur, cobalah mencari mentor dan sering menghadiri acara semacam yang saya hadiri. Bergabung dengan komunitas pengusaha juga berguna karena akan menambah jaringan kita.