Ladang Ilmu

Hendy Premanasakti dari Bank Syari'ah Mandiri sedang memberikan presentasi.

Hendy Premanasakti dari Bank Syari’ah Mandiri sedang memberikan presentasi.

Kemarin, saya menghadiri sebuah acara Workshop yang diadakan oleh komunitas Tangan Di Atas (TDA) Jakarta Selatan.  Namanya “bengkel kerja”, dimana seharusnya peserta melakukan praktek apalagi nama acaranya “Practical Workshop”. Tapi dalam acara itu kemudian hanya berupa “sharing session” saja.

Walau berubah format karena kondisi di lapangan tak memungkinkan (ini menurut Ketua TDA Jaksel Bapak Be Samyono), namun acara tersebut sangat bermanfaat. Ada banyak hal yang bisa saya dapat. Salah satunya adalah tentang permodalan yang akan saya ulas hari Senen, 14 Januari 2013 mendatang.

Kalau kita berpikiran terbuka, niscaya akan mampu menyerap ilmu di mana pun kita berada. Karena hidup sebenarnya adalah ladang ilmu. Ajang seperti workshop kemarin jelas merupakan salah satu bentuknya. Hanya saja, terkadang apa yang sudah kita pelajari sebelumnya bertentangan dengan apa yang sedang diberitahukan oleh narasumber.

Di sini tinggal mengepaskan saja, mana yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan kita sendiri. Bisa jadi suatu teori atau pemaparan pengalaman narasumber bagus, tapi tak bisa diterapkan pada kita. Ibaratnya, kita tetap harus memakai badan sendiri saat akan membeli baju untuk dipakai. Pakaian yang tampak menawan di tubuh model yang atletis tegap misalnya, belum tentu cocok untuk saya. Dalam kasus saya, walau saya juga tegap namun kurang atletis karena perut membuncit, hehe.

Di sini kita perlu menambahkan “saringan” saat menampung air di gelas kita. Memang, gelas kita harus sekosong mungkin agar air baru bisa masuk. Tapi, tanpa saringan, bisa jadi air yang masuk adalah air kotor bukan?

Dan sebagai orang beriman, terutama Islam, harus diingat bahwa niat mencari ilmu itu adalah “lillahi ta’ala”. Kita mendapatkan ilmu bukan untuk diri sendiri, tapi kemudian untuk diamalkan kepada orang lain. Didapat-diserap-dipahami-dipraktekkan-diamalkan-diberikan/diajarkan. Terus begitu siklusnya berulang-ulang.

Banyak yang tidak tahu, bahwa orang “alim” dan “ulama” sebenarnya merupakan turunan dari kata “ilm”. Arti kedua kata benda yang di Indonesia lebih dianggap sebagai orang yang “ahli agama” atau “ustadz juru dakwah” itu sebenarnya adalah “orang berilmu. Jadi, setiap kita yang berilmu asal diamalkan adalah “alim” dan “ulama”. Maka, kita wajib menjaga harkat-martabat kita dengan keilmuan tersebut. Serta tentu saja memberikan manfaat kepada sebanyak mungkin orang.

Maka, seperti disabdakan oleh Baginda Yang Mulia Rasululllah Muhammad s.a.w.: Manusia yang terpedih siksanya di hari kiamat adalah seorang yang berilmu tetapi Allah tidak menjadikan ilmunya bermanfaat bagi dirinya.”*) Jadi, mari kita buka diri kita untuk sebanyak mungkin ilmu. Tapi, jangan lupa buatlah ilmu itu bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Ingatlah, hidup adalah ladang ilmu.

Catatan *) : Hadits riwayat ath-Thabrani di dalam kitab ash-Shagir dan Ibn ‘Uday di dalam kitab al-Kamil, serta Baihaqi di dalam kitab Syu’bi al-Iman. Disampaikan oleh Abu Hurairah. Bhayu mengutipnya dari kitab karya Allamah Sayid Abdullah bin Alwi Alhaddad berjudul Da’wah at-Tammah wa Tadzkirah al-‘Ammah yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul Peringatan Bagi 8 Kelompok Manusia (2011:52).

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s