Kalau Anda seorang yang up-date berita, tentu tahu ada beberapa kejadian akhir pekan ini. Ada dua konser besar dari grup legendaris luar negeri yang manggung di Jakarta, yaitu Sting dan Gun’s & Roses. Namun yang menarik perhatian saya adalah penembakan massal di kota Newtown, negara bagian Connecticut, Amerika Serikat.
Kita tahu, pelaku penembakan yang bernama Adam Lanza mengalami depresi. Remaja berusia 20 tahun itu menghabisi 27 nyawa di SD Sandy Hook secara dingin. Bukan hanya 20 orang pelajar SD berusia 6-7 tahun yang ditembaknya, tapi juga 6 guru dan ibunya sendiri. Nancy Lanza, sang ibu sendiri, adalah guru di sekolah tersebut.
Diduga, remaja yang sebenarnya pemalu dan pintar ini mengalami depresi berat akibat tekanan dari ibunya sendiri. Sang ibu menuntut putranya itu agar selalu berprestasi. Dan tuntutan itu ternyata berbuah petaka ketika ia tak mampu menanggungnya.
Apa yang terjadi di Connecticut itu menunjukkan salah satu ujung dari depresi bila tak tertangani dengan baik. Seperti seringkali saya singgung, ujung lainnya adalah kegilaan total atau disebut schizophrenia dan bunuh diri. Sebenarnya, tindakan nekat Adam Lanza itu serupa dengan bunuh diri karena ia toh tak bisa lolos dari jerat hukum. Ia mensabotase dirinya sendiri dengan cara itu.
Sebenarnya apa yang dibutuhkan penderita depresi cuma satu: perhatian. Ia cuma ingin orang-orang terdekatnya memberikan cinta tanpa syarat, terutama dari orangtuanya. Sementara cinta dari Nancy terhadap anaknya terlihat bersyarat yang seolah berkata: “Kalau kamu mau kuakui sebagai anak, kamu harus pintar!” Namun, ternyata itu tidak cukup. Prestasi Adam Lanza di bidang akademik rupanya tidak membuat ibunya puas.
Secara psikologis, depresi sangat rentan dialami oleh mereka yang hidup terisolasi. Tahapan perkembangan kepribadian dari Kohlberg menjadi tidak sempurna. Seseorang yang berada di usia Adam Lanza semestinya mulai bergaul dengan peer group-nya. Tapi, ia malah merasa tertolak dan tidak diterima. Inilah yang dirasakan penderita depresi: merasa tidak dicintai, terkucil, tertolak dan akhirnya merasa eksistensinya di dunia tak lagi dibutuhkan.
Ada banyak cara mengatasi, tapi sebenarnya yang penting dukungan dari “jaring pengaman sosial” atau inner circe yang bersangkutan. Penderita depresi harus didukung tanpa syarat dan bukannya dicemooh. Tanpa itu, depresi cuma akan berujung pada tindakan nekat yang seringkali tak hanya merugikan diri sendiri, tapi juga orang lain.