Terus terang saya terinspirasi dari film Inception (2010) –resensi bisa dibaca di sini- yang membahas mengenai mimpi dan paradoks yang ada di dalamnya. Untuk kesekian kalinya, karena memiliki kepingan cakram padatnya, saya menontonnya berkali-kali. Kenapa? Karena secara idea, saya sangat tertarik dengan konsep di dalamnya.
Entah mengapa, saya menyenangi ide bahwa sebenarnya dunia tidaklah satu dimensi. Telah banyak buku ilmiah dan film sains-fiksi yang mengusung ide ini. Apa yang diangkat menjadi tema utama Inception telah lama dibahas Rene Descartes. Dalam bukunya Meditations, Descartes mengemukakan dilema mimpi.
Memang sulit membedakan kapan kita bermimpi dan kapan kita bangun. Saat kita berada dalam mimpi, semua terasa nyata. Sehingga di film Inception, Mal istri Cobb mengusulkan ide pemakaian totem. Ini adalah semacam jimat yang menjadi lambang keberadaan kita di dunia nyata. Di dalam mimpi, totem ini punya kemampuan yang tak ada di dunia nyata. Misalnya totem Cobb, yang adalah bekas totem Mal, merupakan sebuah gasing kecil. Di dunia nyata, gasing akan berhenti berputar setelah beberapa saat. Namun, di dunia mimpi, gasing itu tak pernah berhenti dan selalu berputar.
Menurut Descartes, yang membedakan kita dengan dunia mimpi adalah matematika. Bingung kan? Kenapa bisa begitu? Karena hanya matematika yang memberikan kepastian. Untuk saat ini saya cukupkan sampai di sini dulu karena penjelasannya panjang.
Hingga kini, para ahli masih belum bisa menyingkap misteri mimpi. Semua teori masih hipotesa. Bahkan teori paling komprehensif dari Sigmund Freud pun masih tak bisa dibuktikan seratus persen. Ia berpendapat mimpi semata merupakan gabungan antara proyeksi dan obsesi terpendam hidup seseorang.
Faktanya, ada orang yang mampu mengendalikan mimpi. Bahkan kalau Anda ingat ajaran agama, hampir semua orang suci mengalami pengilhaman melalui mimpi. Jadi, pasti ada “sesuatu yang istimewa” dengan mimpi.
Dalam Islam sendiri tak banyak diterangkan tentang mimpi. Namun, diajarkan bahwa saat kita tertidur, arwah atau nyawa kita terbang ke alam malakut atau “dunia lain”. Jadi, kita mengalami “kematian sementara”. Karena itu saat terbangun, diajarkan untuk memanjatka do’a bersyukur telah “dihidupkan kembali”.
Mimpi juga merupakan sarana mengirimkan “sesuatu” bagi yang percaya. Tentu saja dengan memandang bahwa dalam mimpi terdapat suatu “pesan” dari dimensi lain. Suatu dimensi yang kita tak tahu ada dimana dan bagaimana menuju ke sana.
Ping-balik: Dimensi Dunia Mimpi | Resensi Film-Bhayu MH·