Bagi golongan yang sudah “cukup duit”, masa liburan adalah saatnya mencari hiburan. Problemanya adalah pilihan. Karena itu, tak heran bila media massa menyediakan berbagai panduan. Televisi menayangkan berbagai acara, media cetak yang khusus membahas soal ini juga ada, di internet pun sering diulas soal destinasi tempat wisata favorit. Apalagi di radio, berbagai acara menarik seperti konser musik kerap diiklankan.
Dengan tumbuhnya golongan menengah Indonesia, liburan dan hiburan jadi kebutuhan baru. Lihat saja pusat perbelanjaan yang selalu penuh. Juga destinasi seperti Puncak atau Bandung yang padat pengunjung. Kunjungan wisatawan lokal ke tempat wisata juga meningkat.
Sayangnya, kerapkali sebagian masyarakat kita seperti “memaksakan diri” saat mencari hiburan untuk mengisi liburan. Kolom konsultasi finansial di media massa cukup sering membahas hal ini. Apalagi sebentar lagi Lebaran, dimana sudah pasti akan terjadi masa liburan panjang. Seringkali terjadi “jor-joran” dalam menunjukkan citra diri sukses terutama bagi yang merantau. Saat kembali ke kampung halaman, atribut kesuksesan dikenakan dengan gemerlap. Salah satunya tentu dengan fasilitas hiburan yang semaksimal mungkin.
Saya sering melihat, di rumah yang secara fisik mengenaskan, malah terdapat fasilitas hiburan yang tergolong wah. Misalnya televisi layar datar 52 inch. Televisi pun kini sudah seperti bukan barang mewah. Ia ada di hampir setiap rumah. Padahal, kalau mau logis, seharusnya memperbaiki rumah diutamakan daripada sekedar memperbagus fasilitas hiburan. Atau contoh konkret dari beberapa kenalan saya yang lebih mengutamakan berlibur ke berbagai tujuan wisata saat masa liburan daripada mencicil beli rumah sendiri. Padahal, mereka masih tinggal di rumah orangtuanya. Akhirnya uang tabungan dari gaji mereka malah habis untuk liburan.
Namun itulah potret sebagian masyarakat kita. Ketidakmampuan menyusun skala prioritas malah makin dimanfaatkan produsen untuk menjejali dengan informasi komersial (iklan) konsumerisme. Akibatnya, banyak yang tergiur memaksimalkan konsumsi untuk kebutuhan tersier seperti hiburan sebelum kebutuhan primer dan sekundernya terpenuhi dengan baik.
Intinya, bijaklah dalam segala hal. Terutama dalam segi keuangan. Jangan sampai sepulang mencari hiburan saat liburan malah berujung pada stress karena kekurangan uang.