Saat kita dihadapkan pada dilema dan harus memilih, tentu ada berbagai pertimbangan baik obyektif maupun subyektif yang dipakai. Meski, karena kita kerap terjebak pada “dunia kecil”, maka seringkali pertimbangan subyektif lebih mengemuka. Bahkan, hal ini juga bisa terjadi pada saat kita harus memutuskan dilema yang bersifat non-pribadi.
Beberapa kali saya mendapati semacam pengaduan baik dari teman maupun calon pegawai untuk klien yang saya wawancara, bahwa dalam pengalaman kerjanya didapati pertimbangan subyektif dalam memutuskan dilema. Misalnya saja saat akan memutuskan pegawai mana yang berhak mendapatkan promosi atau pendidikan. Segala pertimbangan obyektif bahkan yang dihitung dengan aplikasi peraangkat lunak (software) khusus penilai kinerja bisa dikesampingkan.
Karena sulitnya mengambil keputusan dalam konteks terjadi dilema, dahulu saat saya kuliah di jurusan manajemen informatika sebuah PTS ternama, ada mata kuliah yang namanya “Sistem Penunjang Keputusan”. Meski konteksnya dalam kerangka teknologi informasi, namun judul dan isi mata kuliah tersebut menunjukkan betapa pengambilan keputusan seringkali menyulitkan.
Pengambilan keputusan dalam skala keilmuan sangat terkait dengan matematika. Karena itu kemudian ada cabang ilmu “SPK” yang terkait. Ada faktor probabilitas yang terlibat, dan untuk itu sebenarnya peluang pengambilan keputusan bisa dihitung. Terlalu teknis tentunya untuk dibahas di sini.
Apa yang saya hendak utarakan secara singkat di sini adalah dalam pengambilan keputusan sebisa mungkin dalam kondisi tenang sehingga obyektif. Kembali mengutip St. Ignatius, bila batin kita dikuasai “roh jahat”, maka sebaiknya tidak mengambil keputusan. Dan ini selaras dengan teori pengambilan keputusan secara ilmiah. Dalam pengambilan keputusan, agar tidak terjebak dalam dilema, perhatikan hal-hal berikut:
- Kesegeraan atau urgensi (urgency). Prioritas keputusan yang perlu diselesaikan dalam waktu dekat dan singkat.
- Tingkat kepentingan (importance). Ini berbeda pada tiap orang atau bahkan organisasi. Biasanya yang menyangkut kepentingan sendiri lebih diutamakan. Walau tentu saja akan lebih baik apabila memperhatikan kepentingan orang yang lebih banyak.
- Parameter obyektif. Apalagi bila menyangkut penilaian kinerja. Statistik akan penting dan berguna dalam memutuskan.
- Masukan dari pihak ketiga. Cari pandangan dari pihak yang tidak terlibat dalam masalah atau dilema. Biasanya mereka bisa memandang dengan lebih jernih.