Dr. A. Prasetyantoko, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atmajaya mengatakan bahwa istilah Chindonesia diciptakan oleh Stanley Morgan, sebuah konsultan manajemen dari Amerika Serikat. Beliau mengatakan hal tersebut dalam seminar yang diadakan oleh Indonesia Young Entrepreneurs (IYE!) kemarin. Sayang saya datang terlambat karena paginya baru menghadiri acara yang diadakan oleh Setwapres, sehingga saat itu pemaparan beliau sudah hampir selesai. Karena itu di sini saya hanya mencoba merangkum materi dari pembicara sesi kedua yaitu Julie Shie serta sesi ketiga yaitu Hendi A. Setiono dan Era Soekamto.
Ketiga pembicara tersebut lebih mengemukakan mengenai perjalanan bisnisnya yang tidak mudah. Julie Shie menyoroti mengenai sulitnya berbisnis di Indonesia, Hendi Setiono mengenai memulai usaha dari skala mikro, dan Era Soekamto mengenai penerimaan masyarakat terhadap dunia kreatif. Apapun, ketiganya sudah relatif sukses di dunia masing-masing. Julie Shie yang bergerak di banyak bisnis termasuk batubara sudah sukses di usia awal 3o-an, Hendi Setiono yang memulai usaha di usia 19 tahun juga sukses dengan aneka waralaba terutama Kebab Baba Rafi, sementara Era Soekamto yang juga mulai usaha di usia 20 tahun kini berkibar dengan fashion brand-nya terutama Urban Crew dan Urban Garmindo.
Memang tidak terlalu tampak dari ketiga pembicara terakhir bagaimana sebaiknya langkah kita menghadapi era China, India dan Indonesia. Hanya saja dari Julie Shie didapat insight bahwa masalah birokrasi masih menjadi penghambat. Sementara dari Era adalah paradigma orangtua mengenai dunia fashion yang digelutinya masih negatif. Sehingga kerapkali orangtua melarang anaknya bila ingin berkarir di dunianya. Dari Hendi Setiono justru diperoleh semangat pantang menyerah dan dukungan para mentor. Hendi juga menyatakan menanggapi pertanyaan saya bahwa pengusaha pun sebaiknya peduli pada politik, dengan mengerti political entrepreneurship. Ia sendiri bersedia bergabung dengan KADIN dan HIPMI untuk melakukan perubahan. Di sini Era Soekamto keliru saat menanggapi pertanyaan saya dengan menyatakan pengusaha tidak perlu berpolitik. Padahal, dengan gerakan “Indonesia Menginspirasi” yang digagasnya, ia sudah berpolitik. Rupanya ia tidak menyadari perbedaan antara “politik” dengan “politik praktis” sehingga bersikap negatif terhadap politik.
Dalam acara yang dimoderatori oleh Christovita Wiloto selaku founder IYE! tersebut, diselipkan peluncuran kartu perdana dari sebuah operator telepon seluler. Kartu ini dianggap unik karena ditujukan untuk membantu olahragawan Indonesia. Rudy Hartono -mantan Juara All England 8 kali- selaku Pembina Yayasan Olahragawan Indonesia (YOI) mengemukakan bahwa nasib olahragawan seringkali disia-siakan pasca karirnya habis. Karena itu YOI bekerjasama dengan IYE! menggagas sistem untuk memasarkan kartu telepon tersebut. (Maaf Bro Christov, karena ada nama brand, you must pay me if you want me to mention it. Hehe).
Saya sendiri masih belum dapet apa sebenarnya peran IYE! dalam menghadapi era Chindonesia seperti tema seminar. Namun saya coba membuat tulisan khusus soal ini termasuk apa yang saya dapat dari seminar dalam website saya Bhayu.Net. Mohon maaf karena harus ada proses perenungan, pencarian bahan, dan penulisan mungkin baru hari Senin, 5 Desember 2011 akan bisa diposting. Sekaligus juga memuat rangkuman atau ulasan dari sejumlah seminar yang saya hadiri belakangan ini.
Ping-balik: Bhayu » Blog Archive » Peran IYE! dalam Menghadapi Chindonesia·
Ping-balik: Optimisme Sebagai Usahawan « LifeSchool by Bhayu M.H.·