Dari segi kehumasan, banyak cara mempromosikan personal brand. Hanya saja, cara-cara ini seringkali tergantung pada momentum dan selera pasar. Belum tentu strategi matang dan cara kreatif akan menghadirkan hasil maksimal. Pengukuran keberhasilannya memang sejauh mana promosi kita dapat tersebar di media massa. Walau begitu, tersebarnya pemberitaan di media massa masih bisa berimplikasi negatif bila kemudian dipersepsi negatif oleh pasar.
Anda mungkin masih ingat kasus promosi yang sempat menghebohkan beberapa waktu lalu. Ketika itu, sejumlah media massa dikejutkan dengan kiriman sejumlah peti mati. Ternyata, itu adalah bagian dari promosi peluncuran buku berjudul “Rest in Peace Advertising” karya Sumardi. Sang penulis dan staf perusahaan Buzz & Co. yang mengirimkan peti mati tersebut bahkan sempat diperiksa polisi. Ini karena sasaran promosi ada yang merasa keberatan. Namun, sepertinya perkara tidak dilanjutkan karena delik pidananya kurang.
Walau sebenarnya publik mempersepsi negatif, namun Sumardi tidak merasakan hal itu. Ia malah senang dengan kehebohan pemberitaan atas promosi tersebut. Nah, apa yang dilakukan Sumardi itu merupakan salah satu contoh promosi melalui kehumasan. Malah, ia dan perusahaannya mengklaim pasar bukunya melonjak. Itu artinya, promosi personal brand-nya diterima pasar.
Umumnya, promosi kehumasan dilakukan dengan metode konferensi pers atau mengirimkan siaran pers kepada media massa. Namun, justru cara ala Sumardi tersebut adalah promosi yang sukses, walau dipersepsi negatif.
Karena pembeda utama kehumasan dan periklanan justru pada jenis dan cara pemuatannya di media massa. Kehumasan dimuat di berita tanpa memberikan bayaran kepada media bersangkutan, sementara iklan sebaliknya dimuat di kolom iklan dengan membayar tarif tertentu. Jadi, kalau ada media yang mau memuat promosi personal brand seseorang dengan gratis, maka tentu itu keberhasilan strategi kehumasan.
Agar itu bisa terjadi, maka tentu saja sang personal brand harus bernilai berita. Karena itu, biasanya dilakukan pada momentum khusus. Seperti peluncuran buku baru, mendapatkan penghargaan, menemukan inovasi dan semacamnya. Momentum ini bisa pula diciptakan dengan menciptakan hal baru. Misalnya seperti restoran yang mengadakan program khusus Ramadhan, seorang yang hendak mempromosikan personal brand bisa mengadakan acara buka puasa bersama ratusan anak yatim misalnya. Dengan begitu, promosi personal brand tidak perlu menunggu momentum yang langka, namun justru menciptakan momentum yang diperlukan.