Hiburan Menunjukkan Bangsa

Anda kemungkinan besar pernah mendengar slogan “bahasa menunjukkan bangsa”. Dalam skala individu, ada pula adagium “you are what you eat”, “engkau itu adalah apa yang engkau makan.” Maksudnya, cara kita berbahasa menunjukkan ketinggian budaya kita. Demikian pula jenis makanan yang kita makan, menunjukkan “kelas” kita dalam masyarakat. Makanan yang berkualitas pastinya mahal, dan itu berarti Anda orang yang berada.

Nah, hiburan sebenarnya juga demikian. Bangsa kita ini sebenarnya besar. Cuma sayang, para pemimpinnya kurang amanah mengelola negara. Kita kaya, cuma memang angka pembaginya terlalu besar. APBN Rp 600 trilyunan harus dibagi dengan 200 juta-an kepala. Sehingga, kalau kita pakai hitung-hitungan kasar, per warga negara cuma dapat jatah Rp 300 ribu dalam 5 tahun. Padahal, tentu saja tidak ada pembagian jatah itu. Yang ada APBN dipergunakan untuk berbagai pos pembangunan dan tidak dibagi-bagi kepada warga negara.

Nah, hiburan yang ada bagi rakyat selama ini kebanyakan berasal dari inisiatif rakyat sendiri atau swasta. Pemerintah sejak Orde Baru tumbang jarang mengadakan hiburan bagi rakyat. Kita ingat, di masa Soeharto setiap Agustus biasanya akan diramaikan dengan pawai kendaraan hias bertajuk pawai pembangunan di ibukota. Untunglah berkat otonomi daerah ada pengganti seperti Jember Fashion Carnival yang konon sudah mendunia itu.

Sementara, iklim investasi di negara kita, juga dukungan politik dan infrastruktur, dianggap belum menarik investor. Maka, tak heran Universal Studios didirikan di Singapura dan bukan di sini. Demikian juga hiburan berupa konser musik artis internasional biasanya digelar di Singapura atau Malaysia. Bahkan, baru-baru ini, sejumlah klub sepakbola papan atas seperti Liverpool dan Arsenal saat menggelar “tour Asia” tidak mampir ke negara kita, melainkan ke ‘tetangga sebelah’. Kalaupun ada yang mampir ke sini, hanya beberapa orang individu pemainnya saja. Plus, AC Milan yang datang bukan dengan tim utama, melainkan dengan “tim bekas” meski berjuluk “legend”.

Maka, hiburan lain semacam bioskop menjadi sebuah ‘oase’ di tengah ‘dahaga’ itu. Untunglah akhirnya keran film impor dibuka lagi. Saya sudah ngeri membayangkan negara kita bakal jadi seperti China, Rusia, atau beberapa negara-negara Timur Tengah yang sangat membatasi hiburan. Setidaknya, hiburan berkualitas akan menjadikan kita menjadi bangsa yang makin maju dan berkualitas. Dan setidaknya membuat rakyat terpenuhi dahaganya dari kekeringan nurani di pentas politik nasional.

Saya sendiri langsung melahap hiburan itu. Dua film keren yang sudah lama ditunggu segera saya lalap. Itu adalah Harry Potter: The Deathly Hallows part 2 dan Transformers 3: Dark of The Moon. Resensinya? Saya akan sajikan di website khusus untuk itu. Tunggu tanggal mainnya ya, tidak lama kok… 😉

bhayu

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s