Personal Brand Rebranding

Sama halnya dengan ‘brand’ produk atau jasa lain, personal brand pun memiliki positioning tertentu. Ini terkait dengan USP (Unique Selling Proposition) yang pasti ada di tiap brand. Untuk personal brand, positioning terkait dengan pencitraan seperti apa yang diinginkan individu tersebut di mata publik. Seorang rekan saya yang berprofesi sebagai financial planner, pernah menolak pekerjaan dari klien yang saya tawarkan kepadanya. Kenapa? Karena personal brand-nya sudah menegaskan positioning-nya sebagai seorang “family financial planner”. Sedangkan, pekerjaan dari klien adalah untuk “corporate financial planner”. Meski sebenarnya ia kompeten dan memang pekerjaan financial planner ya sama saja, cuma subyeknya yang beda. Itu adalah contoh bagaimana positioning menentukan personal brand kita.

Bagi yang bersembunyi di balik pekerjaan atau tidak merasa perlu personal brand, sebenarnya tetap ada personal brand yang muncul. Walau tentu personal brand itu bersifat non-komersial. Misalnya kita tentu pernah mendengar labeling seperti: “Budi yang baik hati”, atau “Nico yang rajin bekerja”. Sesungguhnya, itulah personal brand yang terbentuk tanpa kita sadari.

Nah, mengubah positioning dari suatu brand inilah yang disebut rebranding. Sebenarnya, jauh lebih sulit mengubah positioning personal brand daripada product brand. Ini karena individu bersangkutan benar-benar harus membawa diri setiap saat sesuai pencitraannya. Saya pernah kenal beberapa artis karena kebetulan mereka teman kuliah di UI dahulu, dimana saat saya hendak memfotonya untuk kepentingan majalah kampus, ia menolaknya. Malah, ia membuka sebuah album foto dan memberikan foto-foto yang sudah tersedia di sana. Ia menjaga personal brand-nya agar publik tidak tahu bahwa ia juga “manusia biasa” yang bisa acak-acakan kalau tidak dandan. Tindakan sama juga pernah dilakukan saat saya mewawancara seorang profesor psikologi dalam rangka pekerjaan saya sebagai wartawan. Ia menolak difoto dan malah mengambil foto dari albumyang sudah siap. Jadi, siapa pun bisa mencitrakan dirinya sesuai keinginan, terutama bila ia public figure.

Contoh public figure yang bisa dibilang cukup berhasil melakukan personal brand rebranding adalah K.H. Zainuddin M.Z. yang baru saja wafat. Ia berhasil melakukan positioning sebagai “da’i sejuta umat”. Saat Pemilu 2004, ia mengubah positioning karena menjadi Ketua Umum partai politik bernama Partai Bintang Reformasi. Tindakannya terkait pula dengan positioning baru itu, sehingga ia jarang berdakwah. Kemudian ia sempat pula terkena skandal dengan seorang artis yang mengaku sebagai istri mudanya. Namanya sempat jatuh pula saat itu. Namun dengan cerdik ia berhasil berkelit, sehingga perlahan namanya muncul kembali. Ia pun melepaskan jabatan dari partai politik yang didirikannya. Saat ia wafat, namanya sudah kembali harum karena aktif berdakwah, dan dibantu penayangannya melalui sebuah stasiun televisi.

Jadi, personal brand rebranding bukannya tidak mungkin, namun lebih sulit dilakukan daripada product branding. Bila seseorang sudah terkena “black campaign”, biasanya sudah sulit dipulihkan. Karena untuk menghancurkan personal brand, lawannya biasanya akan melakukan apa yang disebut “character assasination”. Bila itu terjadi, sungguh akan perlu kerja keras untuk rebranding.

bhayu

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s