Wedding of The Year

Dunia saat ini sedang menunggu sebuah perhelatan akbar. Bukan konser musik seperti Justin Bieber kemarin, tapi sebuah pernikahan. Bukan sembarang pernikahan, karena yang menikah adalah seorang Pangeran dari sebuah Kerajaan yang termasuk tertua di planet ini. Di era modern dimana banyak negara sudah menganut demokrasi dengan format negara berbentuk republik, ternyata monarki tetap mempunyai pesona tersendiri.

Bisa jadi dongeng-dongeng pengantar tidur yang selalu mengkisahkan sang pangeran dengan putri cantiknya membuat kita memiliki alam khayalan nan-indah tentang dunia kerajaan. Padahal, dalam dunia nyata, kerajaan dan orang-orang di dalamnya pun ya tidak seindah itu. Misalnya saja kisah kehidupan pribadi mereka yang seperti selebritis lainnya begitu disorot publik. Lady Diana Spencer -ibunda Prince William- mengalami tekanan ini hingga ia memutuskan bercerai dari Pangeran Charles sang Putra Mahkota Kerajaan Inggris.

Namun publik bisa jadi masih ingat, bahwa justru dengan menanggalkan mahkotanya sebagai calon ratu, Diana justru kemudian menjadi “Ratu di hati rakyat”. Keterlibatannya dalam kegiatan sosial yang beragam dan keberpihakannya pada kaum marjinal seolah menepikan kisah asmaranya yang berantakan. Toh hidupnya berakhir tragis, mengalami kecelakaan di sebuah terowongan di Paris saat supirnya sedang berupaya menghindari kejaran papparazzi.

Dunia masih ingat pada sepucuk surat di amplop putih bertulisan “Mummy” yang ditulis oleh William kecil, diletakkan di antara karangan bunga di depan peti jenazah ibunya. Karena besarnya perhatian dunia, akhirnya Ratu Elizabeth II berkenan mengadakan upacara pemakaman resmi kerajaan untuk mantan menantunya itu. Padahal, sewaktu hidup, Diana kerap berselisih paham dengan penguasa negeri yang pernah menguasai hampir 1/4 planet ini di abad pertengahan itu. Kebesaran jiwa sang Ratu terus dipertunjukkan pasca Diana wafat, dengan meresmikan sebuah “memorial park” yang dilengkapi “fountain” di tengah kota London.

Popularitas ini diperlukan monarki, karena meski tidak terekspose, ada pihak yang menginginkan Inggris mengubah format negaranya menjadi republik. Belum lagi tantangan separatisme dari Irlandia Utara. Meski sudah memerdekakan banyak negara jajahannya, masih ada beberapa yang tetap dipertahankan negara imperial ini.

Upacara pernikahan William dengan Kate Middleton jelas mengingatkan publik pada pernikahan ibunya. Kate dan Diana sama-sama orang biasa dan bukan bangsawan. Pembawaan dan karakter wajahnya pun mirip. Sehingga tak heran ada yang membandingkan. Hanya saja yang kerap dilupakan, tiap pribadi itu unik. Diana ya Diana. Kate ya Kate. Aneh bila sampai ada survei membandingkan keduanya, apalagi hasilnya menunjukkan Kate -yang belum punya kontribusi apa-apa pada dunia- lebih populer. Saya sontak berpikir, ya iya lah, surveinya sekarang dan kepada siapa dulu… Anak-anak ABG sekarang mungkin malah tidak kenal siapa Diana selain sebagai “ibunya Pangeran William”.

Bagi kita di Indonesia, “wedding of the year”, yang malah disebut-sebut bakal jadi “wedding of the century” itu bisa diambil beberapa pelajaran. Misalnya dengan kerendah-hatian Kate yang mengundang sejumlah kenalan dekatnya di kota asalnya, sebuah kota kecil bernama Bucklebury yang terletak sekitar 50 mil barat daya London. Ini berbeda dengan tradisi di Indonesia terutama bila yang menikah pejabat, maka yang terjadi sebenarnya adalah sebuah “pesta bisnis”. Karena yang diundang ke pernikahan justru sebagian besar adalah relasi dari orangtuanya, bukan mempelai!

Kesederhanaan pasangan ini, kesantunannya kepada publik, walau sebagai sang “empunya negara” sang pangeran sebenarnya bisa meminta perlakuan lebih, terasa sekali kebersahajaannya. Tidak seperti di sini yang kerap “pamer kekayaan” saat menikah atau menikahkan anak, terutama dari kalangan pejabat negara. Walau tentu saja sebagai seorang Pangeran, ada persiapan khusus termasuk undangan yang juga khusus -yaitu para penguasa kerajaan dari seluruh dunia-, namun semua tetap terasa wajar.

Semoga saja Kate bisa memenuhi harapan publik meski mau tak mau ia dibayangi kharisma mendiang ibu mertuanya. Apalagi kemungkinan William-lah yang akan jadi raja bila Ratu Elizabeth II turun tahta atau wafat. Ini karena dengan menikahi Camilla Parker-Bowles, Charles sebenarnya sudah melepaskan statusnya sebagai Putra Mahkota. Kalau saya pribadi sih merasa, saat ini Putri Diana sedang tersenyum menyaksikan putra tercintanya sedang menyongsong hari-hari bahagianya. So, meski tidak punya hubungan langsung -boro-boro-, saya merasa ikut berbahagia untuknya. Tapi tidak sampai nangis kejer segala seperti fansnya Justin Bieber lho. 😀

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s