Ulat Bulu & Sikap Manusia

Ulat bulu ternyata tidak hanya di Bojonegoro. Kabarnya peredaran calon kupu-kupu yang indah itu sudah sampai ke berbagai tempat termasuk ke ibukota Jakarta. Anda tentu sudah membaca berita dan analisa para ahli soal ini. Konon, hal ini terutama terjadi karena predator atau pemangsa alami ulat bulu seperti burung prenjak banyak diburu manusia. Burung ini dikenal cukup disenangi para kolektor atau penggemar burung karena suaranya yang bagus. Itu baru salah satunya. Predator lain pun ternyata juga mengalami nasib serupa.

Kejadian “serbuan” ulat bulu ini cukup mengerikan. Tidak hanya karena efek gatalnya bila bulunya terkena kulit manusia, tapi juga keberadaan ribuan ulat bulu itu jelas menunjukkan ketidakseimbangan ekosistem. Bagi yang percaya, serbuan binatang dalam skala besar seperti ini bahkan dikisahkan pernah memusnahkan sebuah bangsa. Di masa Mesir Kuno, menurut rekaman Bible dalam kitab Eksodus, pernah terjadi wabah katak, kutu dan belalang. Kejadian serupa juga diutarakan dalam Al-Qur’an dalam surat Al-A’raaf ayat 133:

” Maka Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa”.

Apa yang terjadi di negeri kita mungkin tidak setara dengan peristiwa di masa Mesir Kuno. Lagipula, terasa othak-athik-gathuk menghubungkan dua kejadian berbeda masa tersebut. Namun, secara ilmiah, benarlah analisa para ilmuwan bahwa meledaknya populasi ulat bulu itu justru terjadi karena kecerobohan manusia. Saya lantas teringat pada buku The World Without Us (2005) karya Alan Weisman. Dalam buku tersebut, Weisman mengandaikan bila umat manusia tiba-tiba lenyap dari muka bumi, apa yang terjadi?

Bukannya kehancuran, bumi malah akan mengalami regenerasi kembali dan memulihkan diri tanpa keberadaan bangsa manusia. Harus disadari, bumi ini rusak karena konsumsi manusia. Minyak bumi misalnya, sebagai komoditi paling dibutuhkan manusia saat ini, perlu waktu jutaan tahun untuk membentuknya. Namun manusia mengambilnya begitu mudah, cuma dalam hitungan bulan hingga tahun saja. Pengambilan kandungan minyak bumi di lapisan bumi bagian dalam tentu menyisakan ceruk-ceruk rapuh. Tak heran bila gempa sering terjadi karena memang di bagian dalam bumi terdapat begitu banyak ruang kosong yang menyebabkan pergerakan lempeng kerak bumi. Tentu saja, ada banyak sebab terjadinya gempa, namun jelas eksploitasi berlebihan terhadap alam telah menyebabkan ketidakseimbangan di planet ini.

Kalau sudah begitu, sikap manusia yang abai terhadap lingkungan dan tidak mewarisi kebijakan leluhur jelas akan menjadi petaka. Bila kita terus begini, bisa jadi di masa depan bukan hanya ledakan populasi ulat bulu, tapi juga bisa jadi ada ledakan populasi binatang lain. Namun di sisi lain justru terjadi kepunahan sebagian satwa yang dianggap bernilai jual karena diburu baik untuk dipelihara maupun dikonsumsi, misalnya ikan hiu dan paus. Sikap manusia yang tak peduli lingkungan semacam ini seakan menegaskan bahwa bumi ini memang lebih baik tanpa manusia.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s