Skenario Kiamat (5) – Pandangan Agama

Seperti telah saya berikan pengantar pekan lalu, hari ini saya akan mencoba berbagi pengetahuan tentang skenario kiamat dari sudut pandang agama. Dalam kajian agama, pandangan mengenai akhir dunia disebut dengan eskatologis. Bagi agama-agama yang memiliki tradisi tulis, biasanya memiliki kitab suci. Dari sinilah umat kemudian bisa mempelajari mengenai hal ini. Namun ada juga agama atau kepercayaan yang hanya memiliki tradisi tutur. Bagi yang seperti ini, cara penyampaian ajarannya adalah dengan menggunakan aneka metode tutur termasuk dengan mantra, lagu atau upacara. Tentu saja, metode tutur juga digunakan bagi agama yang memiliki tradisi tulis. Karena penyampaian kepada umat yang awam memang lebih mudah melalui metode demikian.

Patut digarisbawahi, karena belum terjadinya kiamat, maka setiap ramalan atau nubat yang dimiliki setiap agama adalah masih tentatif. Kalau dalam istilah “kasar”-nya”: masih dongeng.

Seperti dituliskan oleh William James dalam bukunya The Varieties of Religious Experience: A Study in Human Nature (1902) , pengalaman religius tiap orang dalam menghayati agamanya berbeda-beda. Bahkan pengalaman ini pun berbeda pula dalam kehidupan para pendiri atau penyebar agama. Mereka kerap kali menggunakan dalih yang sulit diterima akal, sebutlah seperti mukjizat atau keajaiban tertentu. Semua itu terasa sekali bagai dongeng terutama bagi yang tidak percaya atau tidak beriman kepada agama bersangkutan.

Di sinilah James menekankan bedanya realitas dan simbolisasi dari realitas itu. Dalam agama, kerapkali untuk menekankan kepercayaan atau iman dari pengikutnya, para pemuka agama menekankan simbolisasi itu. Karena simbol, maka kerapkali maknanya berubah atau bergeser apalagi saat ditafsirkan. Karena itu, dalam hal kiamat dimana realitasnya belum terjadi, simbolisasi yang digunakan dalam agama sangatlah banyak, kalau tidak bisa dikatakan malah semuanya simbol.

Karena itu, saat ada suatu peristiwa terjadi di suatu periode sejarah, kerapkali dikaitkan dengan pertanda yang telah disebut dalam ramalan suatu agama. Padahal, ramalan itu sendiri kerap berupa kata-kata bersayap yang tidak jelas maknanya. Para pemuka agamalah yang menafsirkan ramalan-ramalan eskatologis tersebut.

Maka dari itu, tak heran kita sering mendengar ramalan yang berubah-ubah atas suatu teks suci tertentu. Misalnya saja dalam agama-agama Abrahamic terutama Nasrani, ada teks mengenai penciptaan dunia dimana dikatakan bahwa Tuhan menciptakan dunia dalam 6 hari. Kemudian ditafsirkan karena 1 hari Tuhan sama dengan 1.000 tahun manusia, maka umur dunia hanya 6.000 tahun. Dianggap sebelum datangnya Yesus sudah ada masa 4.000 tahun, maka diramalkan dunia akan kiamat di tahun 2.000. Tentu saja, ramalan beberapa pemuka agama dari sejumlah denominasi Nasrani itu tidak terbukti. Karena itulah, setelah tahun 2.000 terlewati tanpa terjadi kiamat, maka dibuatlah tafsir baru atas ayat-ayat bersangkutan.

Tentu saja, dalam kerangka hermeneutik, hal ini sah-sah saja. Namun sekali lagi ini membuktikan perbedaan antara realitas dengan simbolisasinya. Karena simbolisasi perlu dicerna dengan tafsir, maka bisa saja penafsiran keliru. Di sinilah kemudian saya akan mencoba menampilkan apa adanya. Kalau pun ada penafsiran, itu bukan dari saya, tapi kutipan dari ahli agama bersangkutan.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s