The Next Three Days – Resensi Film

Saat mulai menyaksikan film ini bayangan saya alurnya akan berkejaran dengan waktu sehingga membuat penonton ‘sulit bernafas’. Dari judulnya saja terbayang bahwa hanya ada tiga hari waktu yang digunakan dalam film. Namun, cuma beberapa menit di awal saya langsung kecele. Karena film ini justru cukup lama menggunakan alur flashback hingga 3 tahun sebelum kejadian!

Bagi yang pernah menyaksikan serial televisi Prison Break (2005-2009), film ini secara tematik sejenis. Adanya upaya untuk menjebol dan melarikan diri dari penjara. Hanya saja tentu karakteristik pelakunya berbeda. Bila di Prison Break pelaku utamanya adalah seorang adik yang ingin membebaskan kakaknya (dan kemudian bersama teman-temannya juga), di film ini adalah suami yang ingin membebaskan istrinya. Para tahanan itu –baik kakak di Prison Break maupun istri di film ini- sama-sama terancam hukuman mati. Namun baik sang adik maupun sang suami yakin orang tercinta mereka tidak bersalah. Bagi yang pernah menyaksikan film layar lebar Shawsank Redemption (1994) atau Conviction (2010), film ini juga setema dengan kedua film tersebut.

Cerita dimulai dengan canda tawa di antara dua pasang suami-istri dimana para suami adalah kakak-beradik. Para istri kemudian bertengkar, terutama saat memperbincangkan cara menghadapi atasan. Lara (Elizabeth Banks), istri sang kakak yang bernama John Brennan (Russell Crowe) baru saja menghadapi masalah dengan atasannya bahkan hingga bertengkar hebat. Dan sang adik malah mengkuliahi kakak iparnya itu. Ternyata, kemudian atasan istri sang kakak itu meninggal dibunuh dan sang istri kemudian ditangkap polisi di rumahnya. Adegan penangkapan cukup dramatis dimana dilakukan di hadapan Luke -sang anak- yang masih berumur 2 tahunan.

Beberapa tahun kemudian, saat sang anak sudah beranjak besar, berbagai upaya hukum sudah dilakukan sang suami dan keluarga, namun gagal. Bahkan mereka nyaris bangkrut hingga harus menjual rumahnya. John Brennan yang bekerja sebagai dosen kesulitan membayar biaya perkara. Hingga akhirnya sang pengacara angkat tangan dan mengatakan tak ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh hingga Lara harus menghadapi hukuman mati. Bahkan karena frustasi, Lara sempat mencoba bunuh diri di penjara. Hal inilah yang kemudian membuat sang suami memutuskan untuk melakukan tindakan nekat: membawa kabur istrinya dari penjara.

Kisah keseharian sang suami, anaknya yang masih balita, keluarga mereka termasuk adik dan orangtua pasangan itu, cukup dramatis digambarkan. Luke (Ty Simpkins) bahkan tak mau lagi dicium dan disapa ibunya saat mengunjunginya di penjara. Juga ada adegan mengharukan saat  George Brennan -ayah John- (Brian Dennehy) menyadari anaknya merencanakan pelarian istrinya saat menemukan paspor dan tiket di saku jas anaknya yang berniat menjemput cucunya Luke –anak John dan Lara- yang dititipkan di rumahnya. Bagi yang tidak tahan, agak membosankan memang. Mirip-mirip film ala JIFFEST. Hingga satu jam pertama, masih begitu-begitu saja jalannya cerita. Kalau melihat sutradaranya yaitu Paul Haggis yang pernah memenangkan Oscar (Academy Award) melalui filmnya Crash (2004) dengan gaya bertutur dan alur yang mirip, mungkin kita akan maklum.

Penonton baru diajak berdebar saat sang suami memutuskan membawa kabur istrinya dari penjara. Ia menemui seorang penulis buku bernama Damon Pennington (Liam Neeson) yang menuliskan pengalamannya kabur dari penjara. Lantas sejumlah persiapan dilakukan termasuk pengintaian dan penyamaran. Tempo makin cepat saat menjelang akhir film. Termasuk adegan kejar-kejaran antara pasangan itu dengan polisi yang cukup seru. Polisi kebingungan melacak pelarian mereka karena John membuat peta yang njelimet.

Apakah happy ending? Silahkan dilihat sendiri. Karena memang sulit sekali melarikan diri dari penjara. Namun yang lebih sulit, seperti kata Damon si penulis tadi, adalah tetap berada di luar penjara seusai kabur atau saat dalam pelarian. Kita harus meninggalkan keluarga, teman dan lingkungan yang pernah kita kenal dan betul-betul hidup dalam keterasingan sampai penegak hukum bosan dan lelah hingga menutup kasusnya.

Ada dua kelemahan besar yang menurut saya “film banget” alias agak mustahil terjadi di dunia nyata. Pertama, adalah proses saat sang suami mencari dan bertemu dengan penulis yang mantan pelarian dari penjara. Dan kedua, justru pada proses persiapan menjelang pelarian terutama saat mencari paspor, SIM dan nomor jaminan sosial “aspal” (asli tapi palsu). Keduanya terkesan terlalu mudah. Namun, secara umum saya menganggap film ini masih laik tonton, terutama bagi penggemar film-film action-drama serius. Kalaupun harus diberi nilai, saya masih memberi nilai 7 dari 10 buat film ini. Lumayan kan?

Kunjungi RESENSI-FILM.com untuk membaca resensi lainnya

(klik nama situs di atas atau klik gambar di bawah ini)

resensi-film header for lifeschool

One response to “The Next Three Days – Resensi Film

  1. Ping-balik: Resensi-Review oleh Bhayu MH » Blog Archive » The Next Three Days·

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s