Robin Hood – Resensi Film

Sulit bagi saya menyaksikan film ini dengan “kepala kosong” alias tanpa prasangka atau pretensi sebelumnya. Masalahnya, tokoh Robin Hood adalah legenda yang begitu akrab di kepala. Sehingga saat menyaksikan versi berbeda, sontak akan membandingkan dengan versi yang sudah akrab di ingatan. Apalagi telah ada film terdahulu berjudul Robin Hood: Prience of Thieves (1991) yang dibintangi Kevin Costner. Maka, melihat film ini rasanya seperti melihat perbandingan antara James Bond saat dibintangi Pierce Brosnan dan Daniel Craig.

Mengapa begitu? Karena di film ini sosok Robin Hood menjadi tidak sesempurna superhero seperti di komik. Ia punya sisi minus seperti halnya manusia biasa. Justru karena itulah film ini membuat sosok sang legenda menjadi makin realistis dan hidup. Dalam film ini, kepiawaian Robin Hood dalam memanah dan latar belakang mengapa ia berperan sebagai “Pangerannya Para Pencuri” mendapatkan penjelasan. Bak Batman Begins (2005) yang menguraikan masa awal pembentukan karakter Batman, di sini juga diceritakan bagaimana Robin Longstride kemudian bertransformasi menjadi Robin the Hood. Sehingga kita bisa tahu latar belakang munculnya legenda itu. Namun, ceritanya agak berbeda dengan sosok Robin Hood sang superhero pencuri harta orang kaya untuk dibagikan kepada rakyat miskin yang selama ini kita kenal.

Cerita diawali dengan pemaparan sejarah model narasi lengkap dengan ilustrasi tulisan grafis di atas kertas papyrus kuno. Narasi itu menerangkan setting masa sejarah yang digunakan dalam cerita, yaitu di abad ke-12 di masa Perang Salib III. Robin Longstride sendiri tergabung dalam pasukan Salib tersebut sebagai pemanah ulung. Tentu saja sebagai orang Inggris, ia bergabung dalam pasukan yang dipimpin raja Inggris legendaris: Richard the Lion Heart. Khusus untuk raja ini, berbeda dengan penggambaran dalam Kingdom of Heaven (2005) yang menampakkan sosok raja penuh wibawa, di film ini sang raja tampak apa adanya. Bahkan ia menjadi kurang berwibawa dan digambarkan sebagai pria pemarah.

Saat itu, pasukan Inggris digambarkan tengah mengepung kastil yang menjadi benteng pertahanan pasukan Prancis. Pasukan pimpinan Richard ini sejatinya hendak menuju Yerusalem untuk berpartisipasi dalam Perang Salib III, tapi di tengah jalan mereka malah berbelok ke Prancis dan berusaha menguasai tanah-tanah milik kerajaan tetangganya itu. Richard yang ingin mencari jawaban jujur dari prajuritnya tentang dirinya dan misi mereka di suatu malam berjalan-jalan di tengah kamp dengan menyamar. Tanpa sengaja, Richard terjatuh akibat perkelahian Robin dengan rekannya karena masalah perjudian. Ia kemudian menanyakan pendapat Robin tentang misi mereka. Dan Robin dengan jujur menjawab, “Menurut saya, kita telah mengabaikan Tuhan. Contohnya saat di Acre, kita membantai ribuan muslim tanpa terkecuali termasuk wanita dan anak-anak.” Komentar Robin meski dinilai jujur dianggap menghina, maka ia pun kemudian dipasung bersama ketiga rekannya.

Sementara itu, di Inggris, saudara laki-laki Richard yaitu John malah sibuk bersenang-senang. Ia bercinta dengan wanita lain keponakan Raja Prancis, padahal ia sudah beristri. Hal itu membuat ibunya berang. Tapi John nekat menentang ibunya dan mengatakan kalau istri sahnya mandul.

Kembali ke tanah Prancis, pertempuran hampir dimenangkan pihak Inggris. Mereka berhasil membakar gerbang kastil dengan menggantungkan kantong-kantong bubuk mesiu untuk kemudian ditembak dengan panah api hingga meledak. Pada saat euforia akan kemenangan yang sudah dekat melanda pasukan Inggris, Raja Richard dengan gagah berani maju ke depan. Sementara pasukan Prancis tengah beristirahat, sang juru masak iseng mengambil crossbow dan menembakkannya. Sial bagi Inggris, dan sangat beruntung bagi Prancis, tembakan iseng tadi tepat mengenai leher Richard yang terlalu dekat ke benteng Prancis. Richard pun roboh dan akhirnya meninggal dunia. Robin dan rekannya yang sedang dipasung kemudian meminta dibebaskan kepada seorang rekan setianya dan mereka kabur meninggalkan kamp.

Sialnya, di tengah jalan mereka mendapati regu pembunuh Prancis menyergap regu kecil pembawa mahkota Richard untuk diantarkan kembali ke Inggris. Regu pembunuh Prancis mulanya bermaksud membunuh Richard karena ia memang biasa mengendarai kuda mendahului pasukannya. Kelompok ini tidak percaya saat diiberitahu Richard telah tewas. Akhirnya kelompok Robin pun menolong rekan-rekannya yang diserang, meski semua telah tewas kecuali Duke of Nottingham. Dari tangan Duke ini Robin mendapatkan amanah untuk menyampaikan pedang milik ayahnya kembali  ke Nottingham.

Pasca Richard diketahui gugur pertempuran, maka tak ada pilihan lain bagi Ibunda Raja untuk menobatkan John sebagai Raja Inggris yang baru. Ini karena John adalah satu-satunya anak lelakinya yang tersisa sementara ketujuh lainnya telah gugur. Maka, pasca mahkota Richard diterima dari Robin yang menyamar sebagai Duke of Nottingham, segera disematkan di kepala John agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan kerajaan.

Pasca menyerahkan mahkota, Robin beserta ketiga temannya berupaya kabur dari London. Tujuannya Nottingham. Teman-temannya tidak diajaknya serta, tapi mereka malah meminta ikut walau mengejak Robin mengapa ia mau saja menuruti pesan orang mati yaitu Duke of Nottingham. Di Nottingham, ia malah diminta untuk berpura-pura menjadi Duke of Nottingham yang telah tewas dan menjadi suami dari Marian. Wanita itu yang semula marah karena disuruh menerima lelaki asing oleh ayahnya, kemudian malah jatuh cinta.

Sementara John yang lalim memecat Marshall yang merupakan kepercayaan ayahnya dan Richard saudaranya. Ia malah mengangkat seorang penjilat yang sebenarnya adalah agen ganda bagi Prancis. Ia kemudian atas nama raja memeras para penguasa daerah yaitu Lord dan Duke. Bagian utara Inggris kemudian berontak. Saat itulah, pasukan Prancis direncanakan mendarat di pantai selatan Inggris, sehingga kerajaan itu dijepit dari dua arah. Robin yang menyadari keadaan bahaya meminta John untuk memberikan janji kebebasan yang lebih kepada warga negara agar para penguasa di utara mau bersatu bersamanya agar menghadapi Prancis. John setuju. Meski tidak disebut dalam film, saya jadi ingat inilah awal dari Magna Charta yang kelak akan diundangkan di Inggris pada 1215.

Singkat kata, Inggris kemudian bersatu menghadapi Prancis yang datang dari arah pantai. Mereka berhasil mencegat pasukan Prancis dan memaksa sebagian kapalnya berputar arah pulang kembali. Namun, pasukan Prancis tidak menyerah kepada Richard, melainkan kepada Robin. John kecewa. Sebagai balasannya, John mengingkari janjinya untuk menandatangani piagam kebebasan untuk warga negara seperti dijanjikannya. Ia malah kemudian mengumumkan Robin sebagai penjahat. Robin dan Marian memulai hidup di hutan bersama orang-orang yang percaya kepadanya, termasuk remaja yang mencari uang sebagai pencuri. Dari sinilah kemudian tampak akan adanya sekuel.

Kunjungi RESENSI-FILM.com untuk membaca resensi lainnya

(klik nama situs di atas atau klik gambar di bawah ini)

resensi-film header for lifeschool

One response to “Robin Hood – Resensi Film

  1. Ping-balik: Robin Hood : Resensi-Review Bhayu·

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s