Terorisme, Susno & Kinerja Polri

Meski sedang libur nasional, pada hari Kamis (13/5) kemarin, polisi tetap bekerja keras. Di sekitar Solo -tepatnya di Sukoharjo- ditemukan persembunyian teroris yang berupa sebuah bengkel. Tiga orang yang diduga teroris ditangkap. Juga diamankan sepucuk senjata laras panjang jenis M-16, pistol, sejumlah peluru dan buku-buku bertemakan jihad lainnya.

Mengingat dalam sepekan ini berbagai isyu silih berganti menghiasi media massa, mulai dari mundurnya Dr. Sri Mulyani Indrawati (SMI) dari jabatan Menteri Keuangan RI untuk memangku jabatan Managing Director World Bank, ditahannya Komjen Pol. Susno Duadji, hingga mendadak terjadi penggerebekan teroris oleh Densus 88 tersebut. Bahkan sehari sebelum penggerebekan di Solo, di sekitar Jakarta, tepatnya di daerah Cawang-Jakarta Timur dan Cikampek-Jawa Barat terjadi penggerebekan serupa. Didapati 6 orang terduga teroris di sana, dan 5 di antaranya ditembak mati. Tak urung sempat terdengar kabar miring, bahwa penangkapan itu semata pengalihan isyu. Walau tentu dibantah, antara lain oleh anggota DPR-RI dari Komisi III (baca di sini).

Lebih jauh, khusus untuk penggerebekan di Solo, malah terdapat dugaan hal itu semata rekayasa dari pihak kepolisian. Hal itu berdasarkan keterangan warga di sekitar lokasi penggerebekan dan kesaksian wartawan (baca berita di Voice of Al-Islam di sini). Tentu saja, secara resmi pejabat kepolisian menyangkal dugaan rekayasa tersebut (baca bantahan Wakadiv Humas Mabes Polri di sini). Ini tentu menjadi saling terkait karena Densus 88 diduga salah tangkap terhadap jama’ah pengajian Ansharut Tauhid dalam penggerebekan di Pejaten tanggal 6 Mei 2010 lalu. Amir Jama’ah Ansharut Tauhid K.H. Abubakar Ba’asyir kemarin juga mengeluarkan pernyataan agar Polri memulihkan nama jama’ah bentukannya itu (baca di sini).

Memang, dalam sebuah polemik selalu ada dua atau lebih pihak berhadap-hadapan. Dan masing-masing mengklaim sebagai yang benar. Hanya saja, sebenarnya hal ini mudah saja kalau hukum kita tegak. Sorotan publik yang tengah menuju ke institusi penegak hukum ini hendaknya dijadikan momentum untuk menjadikannya profesional. Tidak hanya berani menghukum jenderal bintang tiga saja, tapi juga seluruh aparatnya di segala lapisan yang berbuat melanggar hukum. Di negara maju, polisi -dan aparat penegak hukum lainnya- patuh pada hukum dan menegakkannya. Bukan menafsirkan hukum serta menggunakannya sesuai kepentingan pribadi dan golongan penguasa semata. Semoga saja Indonesia yang menang, bukan sekedar institusinya. Karena oknum dalam institusi kerap mengidentikkan dirinya dengan institusi sendiri. Sebuah kesalahan logika dasar karena menisbahkan pars pro toto.

One response to “Terorisme, Susno & Kinerja Polri

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s