Launching Buku Politisi

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 22.42 WIB saat saya mulai menuliskan artikel ini. Saya baru saja kembali dari menghadiri launching buku Indra Jaya Piliang. Mungkin banyak LifeLearner yang sudah tahu namanya, terutama bagi yang peduli pada masalah kebangsaan. Karena nama IJP -begitu ia biasa dipanggil- kerap menghiasi kolom opini berbagai media massa terkemuka sebagai peneliti CSIS. Sejak tahun lalu, ia mendeklarasikan diri sebagai politisi dan bergabung ke Partai Golkar.

Ironisnya, buku yang diluncurkan malam ini salah satunya adalah memoarnya tentang 3 kali kekalahannya pasca menjadi politisi. Rekan semeja saya -seorang pengurus muda DPP Golkar- mengomentari dengan nada agak sinis, bahwa buku ini merupakan catatan seorang pecundang. Well, bagi saya, itu tergantung cara memaknainya saja.

Malam ini IJP meluncurkan 2 buku, satu lagi dari tesisnya di jurusan ilmu komunikasi UI. Kedua buku ini akan saya ulas dalam kesempatan berikutnya.

Kali ini, saya hanya hendak menyoroti tentang posisi seorang politisi yang diemban IJP dan launching buku yang dilakukannya. Sama saja dengan berbagai acara lain, konteks dan content (isi) acara memang penting, tapi pertimbangan pihak yang diundang justru siapa yang mengundang.

Kalau suatu acara diadakan oleh pihak yang lebih tinggi posisi dan status sosialnya daripada yang diundang, sudah pasti ketidakhadiran akan dianggap penghinaan atau kurang menghargai si pengundang. Dan ini justru berbahaya bagi yang tidak hadir. Apalagi di kalangan politisi, representasi kehadiran di suatu acara bisa ditafsirkan beragam. Misalnya kehadiran politisi PAN Alvin Lie dalam berbagai acara yang diadakan kubu JK-Wiranto dalam Pilpres 2009 lalu, serta-merta dianggap sebagai simbol pemberontakan kepada DPP PAN yang secara resmi menyatakan merapat ke kubu koalisi Partai Demokrat. Sementara ketidakhadiran sejumlah tokoh saat diundang Soeharto untuk duduk dalam Komite Reformasi di ujung kekuasaannya justru dipandang sebagai mampu menterjemahkan keinginan rakyat.

Beberapa kali menghadiri launching buku politisi, saya mencermati bahwa politisi yang tengah naik daun akan banyak dihadiri acaranya. Apalagi kalau tempatnya di hotel mewah. Bahkan tamu tanpa undangan pun akan nekat datang. Tentu tamu model terakhir sebenarnya tak punya kepentingan dengan acaranya, tapi cuma mau cari gratisan saja. Sementara para tamu undangan lain ‘setor muka’ agar diingat oleh sang politisi pengundang yang tengah naik daun tadi. Yah, tentu diingat kalau ada proyek atau diajak masuk ke timnya.

Ketidakhadiran sejumlah nama besar dalam dunia politik dalam acara launching buku kawan lama saya IJP malam ini, semoga bukanlah pertanda negatif. Namun saya bertanya-tanya mengapa kawan-kawan lama saya dan IJP dulu yang kini sudah ‘jadi orang’ terutama di dunia politik juga tidak hadir. Yang ada justru kawan-kawan seperjuangan IJP sekarang di garis depan ‘pertempuran pribadinya’ sebagai politisi Golkar. Apakah itu sebagai pertanda bahwa arah ‘perjuangan’ mereka kini sudah tak sejalan lagi?

Ah, kalau sudah begini saya selalu teringat pada adagium abadi dalam dunia politik: “Tak ada kawan sejati yang abadi, karena yang ada hanya kepentingan.” Setidaknya, dengan hadir malam ini dimana saya sama sekali tidak punya kepentingan apa pun kepada karir politik IJP, menunjukkan saya minimal bisa dianggap sebagai kawan yang setia, meski mungkin belum jadi sejati. Saya sangat mengerti pahitnya dunia politik, karena itu saya tetap belum bisa sepenuhnya terjun ke sana seperti IJP. Setidaknya, dalam hal ini ia sudah selangkah lebih maju daripada saya. Dan untuk itu, juga untuk malam ini dan buku hasil kerja kerasnya, saya ucapkan: Proficiat IJP!

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s