Ini pertanyaan filosofis yang kalau mau diterjemahkan lebih filsafat lagi menjadi: Kebenaran Mana Yang Paling Hakiki?
Dan ternyata, dari pertanyaan di atas, telah menimbulkan korban begitu banyak sepanjang sejarah umat manusia. Berbagai perang telah pecah atas nama klaim kebenaran, demi menjawab pertanyaan di atas. Bagi yang menyukai sejarah, pasti tahu nama-nama perang seperti Perang Salib, Perang Hugenot, Perang 30 Tahun, Perang Reconquista, Perang Romawi-Yahudi, Perang Anglo Saxon, atau Pemberontakan Syal Kuning sebagai perang yang dilandasi klaim kebenaran atas nama agama masing-masing pihak. Masih banyak perang lain yang pernah dikobarkan sepanjang sejarah peradaban manusia demi klaim kebenaran agama.
Belakangan, di bioskop kita sedang diputar film berbau religius. Film yang saya maksud adalah “Confucius” dan “My Name is Khan.” [saya akan segera tuliskan resensinya, jangan kuatir 😉 ]. Dan saya pun jadi merenung mengenai jawaban atas pertanyaan tadi. Meski sejak lahir saya sudah memeluk agama Islam, didukung oleh kondisi bahwa Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, saya tidak menerimanya sebagai kondisi “taken for granted”. Sejak saya mengetahui adanya perbedaan antar agama yang begitu besar, saya sudah mempelajari agama lain sejak dini. Tanpa setahu orangtua saya, sewaktu SMP saya membeli kitab suci agama lain dan mempelajarinya sendiri. Bahkan saya juga bertanya dan berdebat dengan rekan-rekan beragama lain. Buku-buku perbandingan agama pun saya beli hingga memenuhi lemari buku saya sewaktu SD hingga SMA.
Saya berani menantang agama saya sendiri: kalau saya temukan kebenaran agama yang lebih benar dari yang saya yakini selama ini, dengan senang hati dan sukarela saya akan berpindah agama. Jawabannya tentu LifeLearner sudah tahu, saya tetap pada agama saya sejak lahir, namun dengan pengetahuan yang jauh lebih luas daripada muslim kebanyakan seperti orangtua saya. Apalagi, kemudian jalur pendidikan formal saya menuntun saya untuk mempelajari agama-agama lain, bahkan juga kepercayaan non-agama yang jarang diketahui orang.
Pertanyaan tentang agama mana yang paling benar bisa jadi baru akan terjawab di akhir dunia, itu pun kalau akhir dunia itu ada. Akan tetapi, kita pasti akan tahu, dengan menantang agama yang diwarisi dari orangtua, kita jadi terbuka pada dunia. Ternyata, kebenaran itu relatif. Walau begitu, bagi saya sendiri, apa yang saya dapat adalah sikap makin toleran pada orang lain beserta agama yang dipeluknya, namun di sisi lain saya makin yakin pada apa yang saya yakini selama ini.
betulkah kebenaran itu relatif, yang relatif kebenarannya atau yang menafsirkan kebenaran..ato kebenaran itu sendiri apa…???
ya… itu pertanyaan filosofis yg menjadi sumber perdebatan selama ini…