Di balik setiap lelaki hebat pasti ada seorang wanita dahsyat yang mendukungnya. Sebaliknya di balik setiap wanita kuat pasti ada seorang lelaki liat yang menopangnya.
Adagium itu saya percaya betul. Dan kekuatan itu bukanlah cinta. Kata ini cuma konsumsi industri film, musik dan roman picisan belaka. Kekuatan yang menopang setiap kerjasama antar pasangan adalah kekuatan kepribadian dan kemampuan masing-masing dalam merespon dan bertahan menghadapi hidup. Hal ini disebut dengan Adversity Quotient (AQ). Untuk lebih jelasnya, saya akan membahasnya pekan depan.
Kembali ke kutipan di atas, tentu saja, saya tidak mengesampingkan fakta bahwa ada beberapa orang yang berhasil sendirian menaklukkan dunianya tanpa dukungan pasangan. Akan tetapi jumlah orang seperti itu sangatlah sedikit. Lagipula, secara naluriah dan alamiah manusia memang mengharapkan dirinya mendapatkan pasangan.
Karena itu, dalam hidup, peran pasangan sangatlah penting.
Percaya atau tidak, salah memilih pasangan hidup dapat membelokkan hidup Anda.
Dari yang tadinya seolah tampak akan menuju surga, ternyata malah bablas ke neraka kehidupan. Bentuknya bisa bermacam-macam. Misalnya kita memilih pasangan hidup yang sewaktu pacaran tampaknya lembut, setelah menikah ternyata galak luar biasa. Ada humor ironis tentang ini. Kalau masih pacaran dan sang pacar jatuh, dengan segera akan dibantu sambil berkata, “Aduh, kasihan, kok jatuh? Sini abang bantu.” Tapi kalau sudah menikah dan sang istri jatuh, suami bukannya membantu malah mengomel, “Goblok! Mata ditaro di mana?” 😀
Saya menemui sendiri betapa banyak pribadi yang berubah menjadi negatif karena salah memilih pasangan hidup. Ada yang tadinya sabar jadi pemarah, ada yang tadinya pintar jadi bodoh, ada pula yang tadinya penolong jadi pembenci. Tentu saja ada pula yang tadinya kehidupannya lumayan, tapi malah sekarang ‘ngos-ngosan’.
Sebenarnya, apa pun yang terjadi dalam hidup kita, di suatu saat dalam hidup kita pernah berada di persimpangan kehidupan. Di persimpangan kehidupan itulah kita memilih jalan yang hendak kita tempuh. Apa pun yang dikatakan atau dilakukan orang lain, kita sendirilah yang telah memilih jalan itu. Termasuk pula dalam memilih pasangan hidup. Bahkan andaikata pasangan hidup kita dipilihkan orang lain seperti orangtua alias dijodohkan sekali pun, kita sebenarnya tetap punya pilihan, yaitu menolaknya dengan berbagai cara. Tinggal, beranikah kita melakukan hal itu? Karena lekatnya manusia dengan komunitasnya sebagai bagian dari jaring pengaman sosial, dikucilkan dari komunitas seringkali merupakan hukuman yang berat. Banyak manusia tak sanggup menghadapi hal baru, apalagi komunitas asing. Maka, ketidakmauan melawan kerapkali menjadikan kita seolah tak punya pilihan. Padahal, pilihan selalu ada. (baca juga di sini).
Karena itu, bila Anda merasa saat ini salah memilih pasangan hidup, putar haluan Anda. Selalu ingat pesan Rhenald Kasali dalam bukunya Change!:
TAK PEDULI SEBERAPA JAUH JALAN SALAH YANG ANDA JALANI, PUTAR ARAH SEKARANG JUGA!