Awas Ketabrak Pesawat Terbang: Resensi Buku

Seperti saya tulis hari Kamis (17/2) yang lalu, atas undangan dari Kompasiana saya menghadiri launching buku Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim. Hari ini saya hendak mengulas sedikit mengenai  bukunya yang diluncurkan itu. Buku berjudul  Awas Ketabrak Pesawat Terbang merupakan buku yang diluncurkan Chappy bersama Penerbit Grasindo dan Kompasiana kemarin. Namun dalam goody bag, undangan juga memperoleh buku lain berjudul Tanah Air dan Udaraku Indonesia dan Chappy Hakim dalam Musik dan Lagu. Buku pertama mirip dengan buku yang diluncurkan kemarin, berisi kumpulan tulisan Chappy. Bedanya, bila buku Awas Ketabrak Pesawat Terbang merupakan kumpulan 95 tulisan Chappy di blog Kompasiana, dalam Tanah Air dan Udaraku Indonesia Chappy merangkai tulisannya di berbagai media. Sementara buku satu lagi agak nggak nyambung secara tema, karena mengisahkan aktivitas Chappy dalam seni, terutama sebagai pencipta lagu dan pemain musik cum penyanyi non-profesional.

Karena yang diluncurkan hanya satu, maka dalam tulisan ini pun saya hanya hendak membahas soal buku Awas Ketabrak Pesawat Terbang tersebut. Chappy bisa dibilang penulis yang cukup rajin karena di buku ini saja terkumpul 95 tulisannya yang telah dipublikasi melalui Kompasiana, blog yang dikelola oleh Kompas Cyber Media milik Kelompok Kompas-Gramedia. Sesuai dengan keahliannya, Chappy banyak menulis mengenai kedirgantaraan, baik militer ataupun sipil. Kecintaannya pada dunia dirgantara terus menggelora walau ia tidak lagi menjabat sebagai Kepala Staf TNI AU. Bahkan, beliau adalah satu-satunya mantan perwira tinggi berbintang empat dari TNI AU yang rajin menulis sejak masih aktif berdinas.

Walau topik dunia kedirgantaraan –terutama sipil- kurang menarik bagi saya, tapi membaca buku Chappy ini saya seakan diberikan kursus singkat atau minimal briefing mengenai dunia yang saya tidak kenal itu. Apa yang saya tahu dari dunia kedirgantaraan sebatas menjadi penumpang pesawat komersial atau mengoleksi majalah dan poster terkait pesawat tempur. Walau saat bertugas sebagai wartawan cum fotografer, saya pernah beberapa kali menghadiri peringatan Hari Lahir TNI AU setiap 9 April, juga Indonesian Air Show yang terakhir diadakan 1996, saya merasa keterkaitan dengan dunia ini amat jauh.

Maka, membaca buku Chappy membuat saya lebih mafhum tentang perspektif para praktisi kedirgantaraan tentang kasus Marwoto Komar. Nama ini adalah Captain Pilot Garuda  GA-200 yang diseret ke pengadilan pidana karena dituding bertanggung jawab atas kecelakaan pesawat yang dikemudikannya pada tanggal  7 Maret 2007. Kecelakaan itu sendiri terjadi saat mendarat di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta dan mengakibatkan jatuhnya 21 korban tewas karena pesawat terbakar habis. Ternyata, pengadilan itu memecahkan rekor dunia karena baru pertama kali ada pilot yang diseret ke pengadilan pidana karena dianggap bersalah mengakibatkan kecelakaan pesawat (p.31-43). Padahal, pilot, sebagai profesi khusus, memiliki jalur sendiri seperti halnya dokter dan pengacara untuk menangani hal semacam ini. Setahu saya, di AS misalnya, seorang pilot yang setelah diadakan penyelidikan mendalam oleh para pakar penerbangan –bukan polisi- dinyatakan bersalah dalam suatu kasus kecelakaan penerbangan, maka lisensi terbangnya dicabut untuk selamanya oleh otoritas penerbangan AS, dalam hal ini adalah FAA. Ini sebenarnya sudah mematikan hak perdatanya dan bisa dipastikan si pilot akan kesulitan mencari nafkah di bidang lain karena keahliannya adalah terbang. Tapi tidak pernah terjadi si pilot diseret ke penjara melalui pengadilan umum dengan tuduhan melanggar hukum pidana! Bahkan Asosiasi Pilot Internasional (IFALPA) turut memberikan perhatian dengan mempertanyakan keputusan Pengadilan Negeri Sleman yang memvonis Marwoto Komar bersalah dan dihukum penjara 2 tahun dalam sidang tanggal 7 April 2009 (p. 54-56). Pemaparan Chappy membuka mata saya mengenai peristiwa pengadilan pilot yang kurang mendapat liputan dari media massa itu.

Juga pada amburadulnya –istilah ini sering sekali dipakai Chappy dalam buku- dunia penerbangan Indonesia. Mulai dari airport yang tidak memenuhi standar internasional, peralatan dan SDM ATC yang sami mawon, hingga minimnya perhatian pemerintah pada dunia penerbangan. Membaca bagian pertama buku Chappy yang memang diberi judul “Penerbangan” karena mengumpulkan tulisan bertema tersebut membuat saya gemas. Apalagi, sebagai seorang yang amat mencintai Indonesia, saya merasakan kegemasan yang sama dengan Chappy dalam melihat amburadulnya negeri ini.

Saya baru bisa bernafas lega dan lepas dari kegemasan saat menelusuri tulisan di bagian-bagian selanjutnya. Berdasarkan daftar isi, berturut-turut terdapat bagian Politik, Tokoh, Teknologi dan Cerpen di buku ini, setelah bagian pertama yang diisi Penerbangan. Akan tetapi, saya mendapati ketidaksesuaian antara daftar isi dengan pembagian di halaman aslinya. Ternyata, ada satu bagian yang mustinya tercantum sebagai bagian tersendiri namun di daftar isi justru diletakkan sebagai judul artikel belaka. Bagian itu adalah Kisah Inspiratif dan Renungan (p.197). Judul bagianTeknologi  di daftar isi ternyata di halaman isinya juga tidak sesuai, dimana di sana tercantum lebih panjang: Teknologi dan Visi ke Depan. Di samping itu, rasanya penamaan Cerpen untuk bagian terakhir tidak tepat. Karena isinya sama sekali bukan cerpen atau cerita pendek, melainkan sharing pengalaman, beberapa ada yang ditulis oleh kerabat dekat Chappy. Namun itu mungkin bukan kesalahan Chappy, melainkan tim editor dari pihak penerbit Grasindo saja yang terburu-buru karena ‘kejar tayang’ untuk menerbitkan buku ini.

Pendeknya, membaca buku ini membuat saya terinspirasi dan mendapatkan banyak pengetahuan serta perspektif baru. Apalagi kebanyakan masalah yang diangkat adalah yang menarik bagi Chappy Hakim, seorang purnawirawan perwira tinggi TNI AU dan pencinta kedirgantaraan. Tema-tema yang mungkin bagi saya agak terlalu jauh dari lebenswelt saya. Lumayan-lah untuk penyegaran di antara membaca berita-berita media massa kita yang nyaris seragam. Bagi saya, buku ini juga bagus karena secara detail menuliskan analisa mengenai berbagai peristiwa di dunia kedirgantaraan terutama kecelakaan, di mana pemilik buku akan tinggal membuka saja bila memerlukan data mengenai hal tersebut. Juga data mengenai sejumlah tokoh dan kejadian lain yang diulas oleh Chappy, minimal memberikan penyegaran kembali tentang peristiwa yang telah berlalu, dimana kesegarannya segera tergantikan berita lain di media massa.

Keterangan Foto: Tiga buah buku yang disertakan dalam goody bag plus undangan acara launching tanggal 17 Desember 2009.

Foto oleh: Bhayu M.H.

One response to “Awas Ketabrak Pesawat Terbang: Resensi Buku

  1. Ping-balik: Pustaka Bhayu » Blog Archive » Sharing Pengalaman Sang Marsekal Purnawira·

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s