Dua hari belakangan ini amat sibuk bagi saya. Selain mengurus bisnis yang alhamdulillah mendapatkan order di luar kota Jakarta dan mempersiapkan sejumlah kerjasama bisnis yang akan dilangsungkan di tahun mendatang, juga ada sejumlah kegiatan sosial dan networking yang saya hadiri. Pada hari Rabu (16/12) siang kemarin misalnya, saya menghadiri satu diskusi terbatas yang diadakan oleh sebuah majalah. Dalam diskusi tersebut tampil sebagai pembicara utama Faisal Basri, seorang ekonom terkemuka dari Universitas Indonesia yang pernah mencalonkan diri jadi Gubernur DKI Jakarta itu.
Segera di sore harinya, saya menghadiri undangan terbatas launching buku karya Eileen Rachman. Bagi praktisi SDM, tentu tahu siapa beliau. Eileen, lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia angkatan 1978, adalah pendiri sekaligus pimpinan Experd. Experd ini, adalah salah satu lembaga konsultan psikologi terkemuka di Indonesia yang sudah berdiri sejak 20 tahun lalu. Beli saja harian Kompas edisi Sabtu-Minggu yang biasanya diburu para pencari kerja karena memang banyak memuat iklan lowongan pekerjaan, Anda akan mendapati tulisan feature tentang dunia kerja dan karir yang ditulis oleh Eileen bersama Experd-nya. Dan buku yang diluncurkan antara lain berisi kumpulan tulisannya di Kompas yang ditulisnya bersama Sylvina Savitri.
Lalu di siang hari ini, saya menghadiri launching buku Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim. Beliau adalah mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) yang gemar menulis, terutama di Kompasiana dan juga di media massa. Buku yang diluncurkan pun kumpulan tulisan yang pernah dibuat sebelumnya. Saya akan menuliskan mengenai buku-buku yang di-launching tersebut dalam beberapa hari ke depan.
Terus-terang, saya datang ke acara tersebut bukan karena saya sudah masuk daftar undangan, namun semata karena teman. Diskusi dengan Faisal Basri dan launching buku Eileen Rachman karena saya diajak oleh partner bisnis saya, sementara untuk launching buku Marsekal TNI (Purn.) Chappy Hakim karena saya ‘menyambar’ undangan yang ditawarkan rekan saya Iskandar kepada para penulis Kompasiana. Karena saya juga penulis di sana, saya pun mendaftar. Semudah itu.
Saya tidak hendak membual saya kenal orang-orang penting. Tidak. Saya justru menyadari betapa kerapkali teman memberikan hal-hal yang terkadang di luar jangkauan kita. Seorang rekan saya bercerita, ia mendapatkan undangan perayaan ulangtahun sebuah stasiun TV yang jelas eksklusif hanya karena kenal dengan seorang panitia. Kalau Anda ingat iklan satu merk permen, banyak cara untuk bisa masuk ke suatu acara bukan?
Di sinilah kita seharusnya menghargai teman, apalagi kalau posisinya sudah berubah. Meski ia pernah jadi teman SMA anda misalnya, Anda tidak bisa seenaknya menepuk bahunya saat bertemu kalau sekarang ia sudah jadi seorang petinggi. Kita harus tahu diri dan tahu posisi. Maka, jadilah teman selalu bagi siapa saja sedari ia bukan siapa-siapa, sehingga saat ia menjadi “siapa-siapa” kita akan selalu diingatnya sebagai temannya. Bukan sontak mendadak pasca seseorang terkenal lantas kita mengaku-aku temannya. Itu mah aji mumpung!
Menghadiri acara-acara macam itu juga memberikan cara pandang baru, bahkan bisa mengubah cara pandang saya. Dalam diskusi terbatas dengan pembicara utama Faisal Basri tadi, saya mendapatkan cara pandang baru mengenai polemik Bank Century. Kalau sebelumnya saya kurang yakin dengan argumentasi yang saya baca di media massa, penjelasan Faisal dilengkapi data-data lumayan akurat membuat saya mengerti cara pandang lain terhadap kasus itu. Di sinilah saya berupaya obyektif. Meski punya cara pandang sendiri terhadap satu hal, cara pandang pihak lain tetap saya perhatikan. Bahkan, saya bersedia mengubah cara pandang saya bila memang keliru. Pendeknya, bersedialah belajar, dari siapa saja dan kapan saja.
nice info bro…thanks for sharing
semoga sukses bro, salam perkenalan.
Ping-balik: Sri Mulyani: Antara Bank Century & Bank Dunia « LifeSchool by Bhayu M.H.·