Bukan Munaroh atau Munawar, tapi ini adalah kata gaul yang disingkat dari “munafik”. Kata ini kerap digunakan pada orang yang berbeda antara perkataan dengan perbuatan. Jelas, kata atau istilah ini asalnya berasal dari terminologi Islam. Bahkan ada satu surat khusus dalam Al-Qur’an yang dinamakan Al-Munafiqun (surat 63).
Dalam kehidupan sehari-hari, kecuali bagi para aulia mulia mungkin, sangat sulit untuk selalu selaras antara perkataan dan perbuatan. Kerapkali kita lupa pada janji yang pernah diucapkan, atau bahkan melanggar nasehat yang kita lontarkan sendiri. Itu mungkin masih bisa dimaafkan selama tidak merasuk ke dalam kepribadian kita. Karena bila sudah inheren dalam diri, berarti ia akan jadi habit dan kebiasaan yang berulang.
Orang munafik dalam agama Islam dianggap lebih berbahaya dibandingkan orang kafir. Karena orang kafir adalah ‘musuh nyata’ yang terlihat, namun orang munafik bak “duri dalam daging”. Ia mampu “menggunting dalam lipatan”. Di depan kita ia berkata “ya”, tapi di belakang berkata “tidak”. Sulit mengenali orang “muna” karena kemampuannya untuk memiliki dua wajah, bahkan tak jarang “Dasamuka” sekali pun.
Kadang, kita baru tahu tabiat aslinya setelah mendapatkan insight information dari pihak lain yang juga mengenalnya. Akan lebih bagus lagi bila info itu dari pihak yang pernah dirugikan olehnya. Intinya, kita bisa menghindari kerugian apabila berhati-hati dan selalu melakukan check and re-check. Terkadang, kerugian yang terjadi tidak langsung seperti material berupa uang, akan tetapi bisa jadi kehormatan atau nama baik kita. Karena orang munafik akan tega menjual “rahasia pribadi” orang lain demi keuntungannya sendiri.
So, ia bisa berkata apa saja demi melindungi kepentingannya. Tanpa bermaksud menunjuk hidung, dalam skala nasional kita bisa melihat pertunjukan drama besar tentang lakon orang-orang “muna” ini. Apalagi kalau bukan kisruh Century yang kini memunculkan lakon baru: Antaboga. Satu hal yang sebenarnya juga sering kita lihat sehari-hari, dan bahkan mungkin pernah dilakukan oleh kita semua dalam skala berbeda.