Dalam setiap kelas pengasuhan anak (parenting class), biasanya para orangtua yang datang menanyakan mengenai kasus yang mereka hadapi. Dan itu terus berulang di setiap kali. Pada hal, sebenarnya referensi cukup banyak. Ada kendala yang saya lihat menghalangi setiap orang yaitu rutinitas menghalangi konsistensi untuk bertindak. Padahal, sebenarnya dalam hampir setiap permasalahan selalu ada pola berulang, dan itulah yang seharusnya dipelajari. Karena itulah sebenarnya kemudian ada manual atau tutorial penanganan sesuatu hal.
Demikian pula dalam pengasuhan anak, sebenarnya selalu ada pola berulang. Apa itu? Ketidakmauan belajar dari pengalaman orang lain, keengganan memahami karakter tiap orang yang berbeda, dan ketakutan untuk memutus mata rantai. Banyak anak yang tidak diasuh oleh orangtua aslinya, tapi sebenarnya oleh kakek-neneknya karena pola pengasuhannya tidak berubah. Selain itu, di Indonesia kerap kali memang kakek-nenek terlibat langsung secara harfiah dalam pengasuhan anak. Dengan demikian, kerap terjadi ketidaksepahaman dalam pola asuh anak. Apalagi, di Indonesia anak yang sudah menikah dan bahkan sudah punya anak kerap masih tinggal di rumah orangtua salah satu pasangan. Hal itu kerap kali sulit dihindari karena masalah ekonomi.
Namun itu bukan berarti kemandirian orangtua dalam mengasuh anak lantas berhak diintervensi. Karena tetap saja anak adalah anak orangtuanya, bukan anak kakek-neneknya.
Masalah yang sebenarnya bukanlah masalah utama ini menjadi krusial karena banyak keluarga Indonesia tak mampu melepaskan diri dari keterikatan dengan keluarganya. Masalah ekonomi hanya salah satu penyebab, namun sebenarnya lebih kepada emosional yang merasa diri terbuang apabila tidak melekat kepada keluarga. Pengasingan dari lingkungan pada masa lalu seringkali merupakan hukuman resmi yang diterapkan negara. Tentu dengan begitu diharapkan yang bersangkutan tidak merasa berguna lagi terutama karena ia tidak mampu berperan bagi keluarganya.
Dalam masalah orangtua dalam kaitan dengan pengasuhan anak adalah kerapkali orangtua yang sudah merupakan individu dewasa melupakan bahwa mereka pun harus terus belajar dan berkembang. Memang bisa saja ada kelas, kursus atau seminar tentang pengasuhan anak, namun sekolah sesungguhnya adalah di sekolah kehidupan. Menjadi orangtua adalah sekolah seumur hidup. Tidak ada kata “lulus” karena kelulusan justru ditentukan oleh yang diasuh, yaitu anak itu sendiri. Apabila anak menaruh hormat dan bukan takut atau segan, merasakan cinta dan perlindungan yang tulus, mendapatkan bekal untuk hidupnya dan pada akhirnya tahu bahwa semua itu merupakan hasil dari pengasuhan orangtua yang benar, barulah orangtua bisa dianggap “lulus”. Akan tetapi, kebanyakan itu baru terjadi saat orangtua sudah berada di liang kubur. Karena itu, menjadi orangtua tidak hanya merupakan pekerjaan penuh waktu, tapi jelas seumur hidup.