Setelah ditunda satu hari, Partai Golongan Karya (PGK) hari Senin (5/10) malam memulai Musyawarah Nasional (Munas) ke-8 di Pekanbaru, Riau. Acara tersebut dibuka oleh Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (Ketum DPP) PGK Jusuf Kalla. Meski menjabat Wakil Presiden (Wapres) R.I., namun kapasitas Kalla saat membuka Munas adalah sebagai Ketum DPP. Ini tentu berbeda dengan di saat Orde Baru (Orba) dimana semua acara Golkar (tanpa “Partai”) dibuka langsung oleh Presiden R.I. Soeharto. Meski saat itu ia juga Ketua Dewan Pembina, tapi kapasitasnya saat membuka adalah sebagai presiden.
Dahulu, sewaktu masih jadi wartawan, yaitu di masa Orba berkuasa hingga awal masa reformasi, saya beberapa kali meliput Munas Golkar atau acara tingkat nasional lain seperti Rapimnas. Kini, saya hanya mencermati pemberitaan di media massa. Akan tetapi, nuansa yang tertangkap tetap sama: glamour. Acara-acara tingkat nasional partai penguasa –bukan partai berkuasa- di era Orba itu senantiasa diadakan di hotel berbintang lima di kota besar. Selain itu tentunya perlu biaya lain seperti transportasi pesawat bagi sekitar 2.000 peserta. Untuk Munas kali ini saja, biayanya tak kurang dari Rp 10 milyar. Itu tentu belum termasuk “gizi” yang digelontorkan para kandidat Ketum untuk memperoleh dukungan.
Munas sempat ditunda satu hari karena adanya gempa di Sumatra Barat (Sumbar) pada hari Rabu (30/9) yang lalu. Di mana posisi Ketum DPP Golkar Jusuf Kalla sebagai Wapres R.I. dan anggota Dewan Penasehat yang juga kandidat Ketum dalam Munas ini Aburizal Bakrie sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) jelas menjadi sibuk karenanya. Meski begitu, glamouritas Munas tetap tercermin antara lain dari penyelenggaraan turnamen golf ‘dadakan’ ARB Cup yang digagas Aburizal Bakrie di lapangan golf hotel Labersa tempat Munas PGK diselenggarakan. Turnamen ini disebutkan sebagai kegiatan pengisi waktu bagi peserta Munas. Meski disebutkan akan ada sumbangan dari turnamen golf ini bagi korban gempa, namun rasanya galang dana dari turnamen ini tidak akan sebesar nilai hadiah untuk pemenang “hole in one”-nya, yaitu mobil Mercedes C200 dan Toyota Fortuner. (klik di sini).
Besarnya biaya penyelenggaraan Munas Golkar yang agenda utamanya adalah untuk memilih Ketum DPP baru periode 2009-2014 itu, menimbulkan pertanyaan yang juga besar. Apalagi di tengah berlangsungnya duka nasional atas terjadinya gempa di Sumbar, Jambi dan jangan dilupakan di Jawa Barat beberapa waktu lalu. Bisa saja ada dalih bahwa segala biaya telah dibayarkan sebelum berlangsungnya gempa. Sehingga sudah ada tiket pesawat terbeli, hotel dibooking, seragam dipesan, dan sebagainya. Kalau dibatalkan atau diundur ke waktu yang jauh akan ada kerugian.
Baiklah, ‘logika dagang’ macam itu memang boleh saja dikemukakan. Akan tetapi apakah Munas Golkar ini juga ‘arena dagang’? Apakah bisa disebut begitu bila di dalamnya memang ada “politik dagang sapi”? Sebutlah misalnya kubu Tommy Soeharto yang menawarkan bantuan Rp 50 milyar bagi DPD II yang mendukungnya sebagai Ketum DPP periode mendatang. (klik di sini). Atau dari kubu Surya Paloh yang menurut sumber Liputan6.com, menghargai satu suara sebesar US$ 30.000 (klik di sini). Wow!
Apakah dana itu tidak lebih baik untuk keperluan rehabilitasi dan rekonstruksi daerah bencana?
Jawabannya? Tentu tidak. Karena pemakaian uang kan terserah yang punya uang. Jadi mau dibelanjakan untuk apa, ya silahkan saja. Tidak ada aturan hukum yang melarang. Yang ada hanya ‘rasa moral dan keadilan’ publik yang terusik. Rasa miris menyaksikan uang sebesar itu dibelanjakan untuk kepentingan golongan alih-alih mendahulukan kepentingan bangsa dan rakyat yang katanya dibela tiap lima tahun sekali itu.
Padahal, galang dana untuk korban bencana yang dikumpulkan melalui sejumlah media massa dapat dipantau ada yang jumlahnya kurang dari biaya Munas plus pembagian “gizi”-nya. Bisa saja dalam acara Munas diselipkan agenda galang dana dari peserta. Akan tetapi, apakah besarnya sama dengan dana yang dihamburkan untuk “membeli suara” dan menyelenggarakan Munas? Dengan demikian, apakah salah bila saya menyebut acara tingkat nasional PGK sekarang dan Golkar dulu selalu glamour? Pertanyaannya kemudian: apa manfaat langsungnya Munas se-glamour itu bagi rakyat?
Keterangan Foto: Pembukaan Munas Golkar oleh Jusuf Kalla semalam.
Sumber Foto: Melvinas Priananda/Tribun Pekanbaru. Kompas images.
Munas golkar kali ini tampak sangat meriah…
semoga saja kemeriahan ini bisa mendapatkan hasil yang terbaik bagi partai yang sangat berkuasa pada masa orde baru.
dimana munas ini bisa menghasilkan ketua umum yang benar2 berbobot serta memiliki jam terbang yang sangat mumpuni…
para kandidat telah banyak memberikan opini serta langkah2nya jika terpilih menjadi ketua umum partai beringin ini.
semoga partai besar ini bisa membersihkan nama baiknya setelah beberapa tahun terakhir selalu dikaitkan dengan para pelaku korupsi.
semoga saja partai ini bisa mengembalikan kepercayaan para kader agar terus berjuang untuk golkar dan negara tercinta ini.