“Dua pejuang yang paling berkuasa adalah kesabaran dan waktu.” (Leo Nikolaevich Tolstoy, 1828-1910).
Ungkapan dari filsuf dan penulis asal Rusia yang lebih dikenal dengan nama Leo Tolstoy itu amat mengena. Dalam Anna Karenina, novel tulisannya yang legendaris itu, Tolstoy menuliskan soal seorang wanita yang merasa hampa dalam kehidupan perkawinannya. Ini menjadi rumit saat ia kemudian jatuh cinta pada seorang lelaki lain yang ditemuinya. Apa yang diceritakan Tolstoy mungkin biasa saja pada masa kini. Namun novel itu dibuat abad lalu, dimana tentu saja wanita yang selingkuh bahkan sekedar tidak mencintai suaminya saja sudah luar biasa. Apalagi ini diungkapkan dalam tulisan untuk publik.
Saya punya buku Anna Karenina ini dalam versi terjemahan bahasa Inggris, tapi memang membosankan membacanya di era Harry Potter seperti sekarang. Sehingga saya tidak membacanya halaman demi halaman. Jadi, agak naïf kalau saya berani mengambil kesimpulan terlalu jauh dari buku itu. Apa yang bisa saya ambil sesuai dengan kutipan Tolstoy yang saya baca justru dari harian Seputar Indonesia itu adalah, ternyata kerapkali kesulitan atau situasi tidak menyenangkan yang kita alami bisa diatasi dengan kesabaran dan menyerahkannya pada waktu.
Di bulan Ramadhan ini, kesabaran dan waktu juga adalah dua hal yang paling diuji. Muslim yang berpuasa diuji melawan waktu selama sekitar 12 jam (bahkan lebih di daerah yang sedang mengalami musim panas di negara bermusim empat) agar menahan lapar dan haus. Kondisi lapar dan haus membawa konsekuensi pada labilnya emosi karena asupan zat gizi yang menurun. Dan tentu ini membutuhkan kesabaran.
Dalam kehidupan bahkan di luar bulan Ramadhan, kesabaran dan waktu juga berperan. Saya yang muslim misalnya, harus menahan diri tidak marah saat seorang teman non-muslim dengan enaknya menggunakan adagium Islam dalam ucapannya, sementara ia sendiri kerap mengucapkan hal-hal yang jelas bertentangan dengan akidah Islam. Misalnya ia kerap mengumbar kata “Alhamdulillah” di berbagai forum tapi di saat lain mengajak kami makan babi.
Demikian pula saat ada sesuatu hal yang berlangsung di luar rencana yang sudah digariskan. Terkadang cuma kesabaran dan waktu yang bisa mengobati. Karena secara teknis kita tidak lagi mampu berbuat apa-apa untuk mengubahnya. Misalnya ada janji yang sudah dibuat dengan pihak lain tiba-tiba dibatalkan, tentu kita tidak bisa memaksa pihak lain itu untuk tetap menepati janjinya. Demikian pula dengan kasus percintaan seperti dialami oleh Anna Karenina, tentunya kesabaran dan waktu merupakan dua hal utama yang harus diperjuangkan. Sanggupkah kita?