Puisi Karya Sastrawan Indonesia

Aku Tulis Pamplet Ini

Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an

Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang

Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan

Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.

Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.

Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.

Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah

yang teronggok bagai  sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.

Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !

{W.S. Rendra}

Pejambon Jakarta 27 April 1978
dimuat dalam buku kumpulan puisi “Potret Pembangunan dalam Puisi”

Catatan Bhayu M.H.: Puisi karya W.S. Rendra ini ditulis dalam suasana Orde Baru sedang dalam masa konsolidasi dan penguatan struktur, sehingga memang mulai terasa adanya pengekangan, terutama di bidang politik. Terlebih, di tahun 1977 baru diadakan Pemilu dimana Golkar kembali jadi pemenang. Kalimat “Lembaga Pendapat Umum” merupakan stilisisasi dari lembaga negara yang pada waktu itu memang tabu untuk dikritik secara eksplisit. Walau begitu, tersirat kuat kekecewaan terhadap pemerintah karena mulai terjadi pengekangan kebebasan berpendapat dan berdemokrasi. Toh Rendra mencoba berkompromi dan meredam efek kritik dari puisi ini dengan mengakhirinya lewat rangkaian kata bernada harmonisasi. Maklum, saat itu Orde Baru tak segan menangkap orang cuma karena dianggap melawan.

(oleh: Bhayu M.H., diposting di http://www.lifeschool.wordpress.com)

4 responses to “Puisi Karya Sastrawan Indonesia

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s