Saya harus melakukan koreksi atas tulisan saya pada hari Kamis (2/4) lalu. Karena ternyata ada sejumlah parpol yang meluncurkan versi lain dari iklan TV-nya. Berikut updatenya.
- PPP: Dalam tulisan terdahulu saya menyebutkan iklan TV PPP sebagai “basi!”. Namun, ternyata ada versi baru dari iklan PPP yang dengan cerdik mengetengahkan icon Ka’bah sebagai lambang partai. Dengan negeri berpenduduk mayoritas muslim terbanyak di dunia, tentu saja kiblat umat Islam tersebut sangat dikenal. Hanya saja, IMHO memang agak bias iklannya dengan iklan biro perjalanan haji atau penyelenggara ONH plus. Toh, iklan ini secara umum lebih baik dari versi pertama yang menampilkan deretan petinggi partai saja. Pada iklan versi “Ka’bah” ini sudah lebih filmis dan jalan ceritanya persuasif. Demikian pula iklan PPP versi “Cara Mencontreng Kertas Suara” juga lebih baik eksekusinya, walau terasa klise karena hampir semua parpol melakukannya.
- Sementara ada partai lain yang juga belum saya ulas, yaitu Partai Hanura atau Hati Nurani Rakyat. Partai besutan Jenderal TNI Purn. Wiranto yang pernah menjabat sebagai Panglima ABRI ini memilih warna oranye (orange) sebagai warna dasar partainya. IMHO, warna ini rasanya kurang berani. Dan jadi mirip dengan Gerindra yang lebih sering dan lebih dulu beriklan di TV. Lagipula, ada parpol peserta Pemilu 1999 dan 2004 yang menggunakan warna serupa, tapi gagal lolos threshold. Partai itu adalah Partai Republik yang kemudian berubah jadi Republiku. Juga ada partai baru yang digagas Sys N.S. yang gagal lolos verifikasi KPU untuk ikut Pemilu 2009. Itu adalah Partai NKRI. Jadi, bagi saya pribadi, warna oranye identik dengan ‘warna gagal’ bagi parpol. Lambang partai yang cuma berupa tulisan dengan variasi permainan bidang kurang ‘eye-catching’ bagi saya. Hanya saja, parpol ini sebenarnya diuntungkan dengan berhasil mendapatkan nomor urut 1 saat pengundian nomor peserta Pemilu di KPU. Tadinya saya mengira parpol ini akan mengeksploitasi nomor urut hebat ini. Tapi malah dalam iklan TV-nya memakai tag-line “Pojok Kiri Atas” yang disingkat “PoKiTas”. Kok malah jadi seperti PKS yang lebih dulu melansir “Pojok Kanan ataS” untuk menunjukkan posisi parpolnya di kertas suara. Rancu jadinya.
- Saya juga sempat melihat ada versi lain dari iklan TV Golkar. Pertama adalah versi bisu (tanpa suara narator) yang hanya menampilkan gambar Jusuf Kalla dan Surya Paloh plus kertas suara dengan menonjolkan posisi Golkar di sana. Sementara versi terbaik buat saya adalah versi “Cara Mencontreng Bagi Pemilih Pemula”. Dengan menggunakan lagu “Happy Birthday” yang diganti syairnya, iklan ini melakukan repetisi pesan “Contreng Caleg Golkar” dengan manis.
- Ada pula parpol lain yang juga beriklan namun dalam frekuensi lebih sedikit. Salah satu yang sempat saya amati adalah Partai Bulan Bintang (PBB). Iklannya tidak istimewa, menampilkan figur Ketua Dewan Syuro Yusril Ihza Mahendra dan kertas suara dengan penonjolan posisi partai itu di nomor 27. Juga ada Partai Republika Nusantara (RepublikaN) yang bernomor urut 21. Sama tidak istimewanya karena cuma menampilkan para petinggi partai yang mencoba mengajak audience dengan kalimat bernada persuasif.
Dari keseluruhan iklan partai politik di televisi, ternyata hampir semua mengakhirinya dengan lambang/logo parpol plus nomor urutnya. Hal ini terlihat dari foto di atas. Tentu ini dimaksudkan agar pemirsa dapat lebih mengingat. Walau bisa jadi malah berefek sebaliknya, calon pemilih malah jadi bingung karena keseragaman pola tersebut.
Foto: Bhayu M.H., repro dari berbagai stasiun televisi.
(oleh Bhayu Mahendra H., diposting di http://www.lifeschool.wordpress.com)
Semua itu kan tergantung dari mana kita melihatnya. kalau dibilang kampanye, ya sepertinya tidak, para parpol kan tidak membawa pemirsa untuk memilihnya atau mengarahkan ke partai tertentu. Yang harus dipersoalkan iklan2 atau kampanye politik yang mereka buat itu bermutu apa nggak? mendidik apa nggak? dan jawabannya kita udah sama2 tau 🙂
Tapi, berharap para politisi itu bikin iklan politik yang mendidik & mencerahkan kan sepertinya agak2 utopis toh?
Jadi buat saya, yang paling realistis sekarang ini adalah gimana caranya kita2 yang concern tentang pembodohan iklan ini bisa ngasih pencerahan ke publik terutama mereka yang masih buta politik untuk lebih cerdas & kritis menonton iklan2 politik yang berseliweran ini.