Tak jarang apa yang kita harapkan dalam hidup tak tercapai. Manusiawi bila kemudian reaksinya adalah kecewa atau lebih jauh lagi menjadi sedih. Akan tetapi, kekecewaan atau kesedihan itu tidak boleh dibiarkan berlarut, karena bila begitu pilihannya, maka kondisinya akan stagnan. Lama-kelamaan, hidup akan terpuruk.
Ingatlah, banyak pilihan dalam hidup, dan tentu tidak harus terus berada dalam kondisi negatif. Sampai-sampai, banyak buku psikologi populer yang membahas soal ini. Dalam kerangka agama, juga ada sejumlah buku yang membahas tentang keluar dari kondisi ini. Antara lain Laa Tahzan dari agama Islam yang juga dibawa-bawa oleh Naga Bonar dalam film Naga Bonar Jadi 2. Tentu saja, pendekatannya berbeda dengan psikologi populer karena lebih menekankan peningkatan iman.
Seringkali, kesedihan membawa pada kematian, apabila tidak diatasi segera. Walau masih misteri, andaikata benar rentetan kejadiannya adalah setelah beasiswanya diputus, bisa jadi David merasa sedih. Banyak pula kasus bunuh diri terjadi setelah korban dilanda kesedihan luar biasa. Dalam psikologi, kesedihan (sad) dapat meningkat menjadi kedukaan (grief). Seorang yang memiliki Emotional Quotient/Intelligence (EQ/EI) tinggi bisa membatasi masa kedukaannya hanya sebatas grief period-nya saja. Ia menargetkan akan pulih dalam waktu yang ditetapkannya sendiri. Kecewa biasanya sesaat dan oleh sebab insidental yang menyinggung satu standar yang tidak prinsip dari seseorang. Sementara sedih disebabkan oleh tindakan atau rangkaian tindakan dalam kondisi tertentu yang dianggap prinsip oleh seseorang, sehingga ia jatuh dalam kondisi penyesalan. Sedangkan kedukaan biasanya berkaitan dengan perasaan kehilangan dan tak berdaya mencegah kejadian yang menyebabkan kehilangan itu. Pemicunya bisa macam-macam, kekasih, teman, sahabat, atau malah uang. Bisnis yang bangkrut sama beresikonya dengan ditinggal pacar menikah dengan orang lain. Keduanya bisa menyebabkan korban bunuh diri.
Tiap orang punya mekanisme pertahanan diri atau defense mechanism yang unik. Kalau seorang introvert bisa menuangkannya dalam karya seni misalnya, seorang ekstrovert akan bergaul dengan teman-temannya untuk melupakan kesedihan. Satu yang jelas, siapa pun butuh seseorang yang bisa mengerti penderitaan batin yang sedang dialami. Di sinilah peran sahabat dibutuhkan.
Bahkan seorang Nabi saja perlu sahabat. Apalagi kita yang orang biasa. Tantangan bagi tugas Nabi tidaklah ringan, bahkan menyangkut nyawanya sendiri. Kita yang tidak menyabung nyawa pun tetap saja merasa tugas kehidupan kita tidak mudah. Sahabat berperan mendukung sepenuhnya agar kondisi kejiwaan orang yang sedih dapat kembali pulih. Sayangnya, di era industrialis yang melahirkan pribadi individualis seperti sekarang bisa jadi makin sulit mencari sahabat di kala susah. Kalau cuma senang-senang sih banyak yang mau. Karena itu, kalau Anda punya teman yang bersedia berbagi, beruntunglah Anda. Kalau belum, carilah. Atau mungkin bisa minta pertolongan ahli. Karena sungguh, di saat hati lara peran sahabat amat dibutuhkan. Dan sebaliknya, jangan merasa sudah menjadi sahabat seseorang saat Anda tidak di sampingnya saat ia sedang kecewa, sedih, atau berduka. Terlebih bila ia meminta bantuan dan Anda mengabaikannya.
(oleh Bhayu Mahendra H. diposting di http://www.lifeschool.wordpress.com)