Kemarin, Sri Sultan Hamengkubuwono X mendeklarasikan dirinya sebagai calon presiden. Ia menyatakan siap dipersunting oleh partai politik mana pun. Meski ia sendiri adalah Ketua DPD Partai Golkar DI Yogyakarta, pencalonan dirinya sebagai presiden dilakukan secara mandiri tanpa dukungan partai. Malah, ia sudah ‘dilamar’ oleh Partai Republikan. Tindakannya ini disesalkan oleh partai Golkar karena dianggap mendahului kebijakan partai.
Meski begitu, dukungan mulai mengalir. Selain dari rakyat Yogyakarta, Sultan juga mendapatkan dukungan serupa dari 47 raja nusantara. Meski hanya Sultan Yogya yang masih punya kekuasaan de facto dan de jure, tapi dukungan tersebut jelas meningkatkan semangat dan moralitas.
Sayangnya, ada tarik-ulur kepentingan terhadap pencalonan Sultan.
Apalagi, kini masalah keistimewaan Yogyakarta sedang digugat.
Aneh, negeri yang berdaulat hingga proklamasi kemerdekaan Indonesia –bahkan tidak termasuk wilayah jajahan Belanda bernama Hindia Belanda- dan menyatakan bergabung serta setia kepada republik, kok malah diutak-atik keistimewaannya. Sementara Aceh dan Papua yang ’nakal’ dengan mudah diberi otonomi khusus dan malah dibuatkan keistimewaan. Tentu saja, ini penyederhanaan belaka. Tapi jujur saja saya jengkel dengan paradigma ’rebutan kue kekuasaan’ yang menjamur di Indonesia sekarang ini.
Hingga seorang raja yang berdaulat dan menjadi gubernur karena amanat Undang-Undang harus dikomentari macam-macam saat merasa terpanggil menyelamatkan bangsa yang dicintainya. Padahal, adalah hak tiap warga negara untuk mencalonkan dan dicalonkan, begitu bukan? Lha wong seorang tokoh yang merasa dirinya tokoh muda saja merasa berhak mencalonkan diri kok, meski baru lewat iklan gencar saja. Padahal, kalau benar ia mencalonkan diri, jelas ia tidak punya massa. Wong lembaga yang dipimpinnya itu adalah lembaga intelektual yang kerjanya kalau tidak riset ya diskusi ilmiah. Jadi, tingkat pengenalannya di masyarakat patut dipertanyakan. Sedangkan Sultan, jelas punya massa riil.
Mungkin karena itu juga deklarasi pencalonan dirinya lantas menjadi polemik.
Misalnya belum-belum sudah ada yang mengatakan akan repot kalau Sultan jadi Presiden. Karena ia akan rangkap jabatan sebagai Presiden RI, Gubernur DIY dan Sultan Ngayogyakarto Hadiningrat sekaligus. Orang yang mengatakan hal ini lupa, bahwa sebelumnya ayah Sultan saat ini yaitu Sultan Hamengkubuwono IX pernah menjadi Wakil Presiden di era Orde Baru. Dan ternyata rangkap jabatan itu tidak masalah karena diatasi dengan jabatan baru Pelaksana Tugas Gubernur yang dipangku oleh Wakil Gubernur yaitu Sri Susuhunan Paku Alam XII.
Pemilihan presiden memang masih tahun depan. Tapi pemanasan tampaknya sudah dimulai. Jadi, pencalonan diri Sultan ini ternyata memang menambah arang ke bara. Makin panas!