Rasanya capek juga menyaksikan acara berita di media massa Indonesia. Apalagi televisi dan media nasional, beritanya nyaris seragam. Tidak cuma berita mainstream nasional, tapi juga berita infotainment. Terkadang, saya yang kerap menyambangi beberapa layanan berita luar negeri iri pada beragamnya informasi dari negeri seberang. Los Angeles Times misalnya, tidak cuma berita soal Obama dan Pemilu Presiden AS, tapi juga ada berita kecil dari lokal California tentang diperbolehkannya truk Taco berjualan lagi.
Di Indonesia, saya malah senang membaca koran daerah seperti Minggu Pagi yang selalu diantar ke kantor saya tiap Senen. Ini adalah koran milik group Kedaulatan Rakyat yang terbit di daerah sekitar Yogya. Beritanya benar-benar local content, mulai dari isyu serius seperti pembangunan mal di area kraton Yogyakarta sampai cerita mistik. Menyenangkan karena negeri kita ternyata tidak melulu punya korupsi dan skandal seks saja.Hahaha.
Cerita Andaryoko yang saya tulis beberapa hari lalu ternyata juga menarik banyak kalangan. Hits-nya cukup tinggi, lebih dari seratus untuk posting tersebut. Rupanya cerita unik-menarik macam itu juga membuat kita bisa sejenak lari dari kenyataan hidup yang keras. Yah, setidaknya ada orang yang lebih lari dari kita-lah.
Sebenarnya, pers kita agak aneh. Dulu, zaman Soeharto dengan rezim Orde Baru-nya teriak-teriak minta kebebasan. Sekarang, dikasih kebebasan malah beritanya jadi seragam. Dua hari lalu AJI (Aliansi Jurnalis Independen) berulangtahun. Organisasi yang semula merupakan pemberontak terhadap wadah tunggal PWI tersebut kini terbukti mampu menjadi organisasi yang disegani. Malah, keterwakilan Indonesia di tingkat dunia yaitu di IFJ (International Federation of Journalist) diwakili oleh AJI, bukan PWI. Padahal, anggota PWI hingga kini tetap paling banyak. Apalagi ia dulu adalah satu-satunya wadah wartawan yang diizinkan rezim Orde Baru. Masih ingat kan Orba senang sama yang tunggal-tunggal? (tapi kok Golkarnya senang nomor dua ya? hehehe).
Kini, semestinya yang lebih dikedepankan oleh para petinggi pers adalah meningkatkan skill jurnalis. Sebagai mantan wartawan -karir saya mulai dari reporter/fotografer lapangan hingga Pemimpin Redaksi- saya prihatin pada menurunnya kualitas wartawan kita. Tentu, tidak semua. Tapi asal tahu saja, haree gene masih ada saja WTS muncul di acara-acara minta amplop. Itu lho, Wartawan Tanpa Suratkabar. Kan itu membuat jelek citra wartawan? Belum lagi menurunnya standar bahasa dalam media kita. Saya seringkali melihat kesalahan penggunaan ejaan, bahkan dalam koran terbesar di Indonesia, Kompas. Padahal, dulu tidak pernah terjadi.
Makanya, buat rekan-rekan saya, yang punya power seperti mas Andreas Harsono, mbok ya’o diusahakan ada regulasi pengaturan wartawan. Daripada terus-terusan menyesali negeri Mojopahit ini kan mas? Juga mas Satrio Arismunandar senior saya yang dulu getol beraktivitas sebagai -kalau saya tidak salah ingat- Kepala Divisi Luar Negeri AJI, mbok ya citra Indonesia ini bisa diangkat dengan pemberitaan pers luar gitu lho mas. Mungkin bisa dimulai dengan training intensif bagi wartawan kita. Mulai dari penggunaan bahasa sampai pencarian berita yang tidak seragam. Buat apa bebas kalau ternyata kita malah maunya seragam?
Dengan hormat,
Saya setuju dengan pengamatan ini. Mutu jurnalisme Jakarta masih sangat kurang dari harapan kita ketika dulu masih dijajah rezim Orde Baru. Persoalannya juga cukup rumit. Mulai dari makin mengerucutnya kepemilikan media –dari Aceh hingga Papua, dikuasai oleh sedikit kelompok media besar Jakarta saja– maupun daya beli masyarakat yang kurang tinggi terhadap media. Juga gaji wartawan yang secara perbandingan lebih rendah dari kebanyakan negara Asia Pacific. Saya lagi usaha mendirikan sebuah dana buat wartawan yang mau menulis panjang dan bermutu. Mudah-mudahan ia memberi kontribusi kepada peningkatan mutu jurnalisme kita. Terima kasih.
Wah, tidak nyangka Ingkang Mbaurekso-nya Pantau memantau blog saya dan pas lagi mbaca soal ini. Matur nuwun mas. Andaikata ada yg bisa saya bantu, saya siap lho mas. Proficiat buat kerja keras Anda memajukan pers Indonesia!