Anda pasti tahu, ungkapan yang kini dipakai sebagai ILM (Iklan Layanan Masyarakat) oleh Dirjen Pajak itu awalnya adalah tagline dari film Nagabonar (1986). Nah, sebenarnya, dalam hidup apa kita peduli pada dunia? Dunia itu dalam filsafat tidak semudah itu didefinisikan. Ada yang memandang dunia dari pandangan internal si pengamat seperti Descartes, ada pula yang memandang dunia sebagai realitas di luar diri manusia seperti Malebranche.
Tapi dunia yang saya maksudkan di sini adalah lingkungan di sekitar kita atau dunia kecil kita sebagai manusia. Wittgenstein menyebutnya sebagai “lebenswelt”. dunia tempat kita sebagai manusia berinteraksi langsung. Jadi, kalau Anda pekerja kantoran, dunia Anda adalah kantor Anda, rumah Anda, teman-teman Anda dan keluarga Anda. Makin banyak status atau fungsi sosial yang Anda sandang, makin luas lebenswelt Anda.
Ketika kita menakutkan reaksi dunia seperti tagline film Nagabonar tadi, sebenarnya yang kita kuatirkan adalah lebenswelt kita saja. Kita hidup cuma dalam lebenswelt. Kalau Anda bolos kantor atau kuliah misalnya, tentu Anda takut ditegur atasan atau dosen bukan? Tidak mungkin Anda kuatir ditegur Presiden Venezuela misalnya. Meski ia presiden, tapi bukan lebenswelt Anda. Bahkan Anda tak perlu takut ditegur SBY. Kecuali, tentu saja Anda tidur saat sedang di ruangan mendengarkan pidato SBY. Hehehe.
Dunia kecil kita itulah yang kita rawat, jaga, dan pertahankan sebisa kita. Ada yang tidak peduli sama sekali hingga orang pun tak peduli padanya. Tapi ada yang terlalu peduli hingga orang lain jadi sulit mendekatinya. Ini kemudian membuat kita membentuk perimeter pertahanan diri atau dikenal sebagai ruang privat. Makin luas ruang privat seseorang, makin aman dirinya. Kebutuhan self esteem-nya tercukupi sehingga tidak ragu membuka diri pada dunia yang lebih luas, bahkan di luar lebensweltnya. Orang macam ini tidak takut rahasia gelapnya diketahui orang. Semata karena memang ia tidak punya.
Nah, kemarin BK DPR berhasil mengambil kesimpulan bagus dalam kasus foto syur Max Moein. Ia dinyatakan terbukti bersalah melakukan pelanggaran asusila. Ini mungkin kali pertama anggota DPR yang bermain wanita terbukti bersalah. Padahal, mustinya kebiasaan Max itu tidak hanya dia sendiri yang biasa melakukannya. (Saya pernah menulisnya, klik di sini). Tapi lumayanlah untuk langkah awal.
Tentu saja, kejadian terungkapnya sisi gelap seseorang seperti Max memalukan dan berimplikasi pada lebensweltnya. Karir politiknya hancur. Belum lagi kemungkinan tuntutan dari Desi, wanita yang dilecehkannya. Inilah yang kita kuatirkan saat berkata “Apa Kata Dunia?” Karena kita melakukan tindakan yang kita tahu salah secara normatif, baik melanggar hukum maupun tata nilai masyarakat, namun tetap kita lakukan. Dalam banyak hal, kerapkali tindakan itu tidak besar seperti korupsi, tapi sekedar menerabas sinyal lampu merah.
Kemampuan kita mengkuatirkan reaksi dunia juga terkait dengan sikap malu kita. Bila kita punya rasa malu, tentu kita enggan untuk berbuat kesalahan dengan sengaja. Oleh karena itu, selalulah bertanya pada diri sendiri tiap kali akan melakukan sesuatu: “Apa kata dunia ya bila saya melakukan ini?” Kalau kira-kira jawabannya oke, just do it. Tapi kalau negatif, kaji ulang. Kalau ternyata hanya respon negatif, tapi tindakannya Anda yakin positif, tetap kerjakan. Tentu saja, tulisan ini bukanlah anjuran Anda untuk membayar pajak lho, karena Dirjen Pajak tidak membayar saya 😉