Supriyadi dan Andaryoko: Misteri Pahlawan Yang Hilang

Kalau Anda sempat membaca berita halaman dalam media cetak atau melihat televisi yang tidak mengangkat mainstream berita seperti soal politik, mungkin Anda ingat pada pengakuan seorang kakek tua dari Blitar. Tidak sembarangan, kakek itu mengaku dirinya adalah Supriyadi.

Siapa Supriyadi? Semoga ingatan pelajaran sejarah saya tidak salah, Supriyadi adalah pemimpin tentara PETA yang melakukan pemberontakan kepada tentara Jepang pada tahun 1944. PETA sendiri adalah singkatan dari Pembela Tanah Air, suatu wadah para militer bentukan tentara kekaisaran Jepang di tanah pendudukan. Tingkatannya di bawah Heiho yang merupakan tentara non-organik yang berisikan warga terlatih di negeri pendudukan. Kedudukan Heiho barangkali bisa disamakan dengan Legiun Asing di struktur militer Prancis.

Nah, karena keberaniannya itulah Supriyadi lantas dianggap sebagai seorang pemberontak oleh tentara Jepang. Ada kabar ia ditangkap, lalu dieksekusi. Toh Soekarno tetap mengangkatnya sebagai Menteri Keamanan Rakyat sekaligus Panglima Tentara Keamanan Rakyat yang pertama. Karena tak kunjung muncul dan kabar kematiannya tak bisa dikonfirmasi, Supriyadi dianggap hilang. Hingga sekarang. Jabatan Menteri Keamanan Rakyat pun dikosongkan dari 2 September 1945 hingga 20 Oktober 1945 diisi oleh Imam Muhammad Suliyoadikusumo.

Andaryoko Wisnuprabu (nama aslinya cuma Andaryoko, Wisnuprabu adalah bikinannya sendiri dari hasil pergaulannya dengan dunia mistis), kakek berusia 89 tahun yang tinggal di jalan Mahesa Raya 101 Kekancan Mukti desa Padurungan, Semarang, tiba-tiba di tahun 2008 ini mengaku dirinya adalah Supriyadi. Pengakuannya cukup mendapatkan respon hingga pemerintah kota Blitar –kota asal Supriyadi- sampai menyambanginya ke rumah. Tapi ia sudah terlanjur jadi selebritis, saat disambangi, ia malah sedang ke Jakarta. Katanya sih, sedang diwawancara oleh televisi.

Dan saya menyaksikan tayangannya kemarin di TV One. Rupanya ini siaran ulangan dari siaran pertama tanggal 13 Agustus 2008 lalu.

Ada Andaryoko yang dengan yakinnya bercerita soal zaman kemerdekaan dan perannya saat itu. Tentu saja, ia dengan amat yakin mengakui dirinya adalah Supriyadi. Sementara, sejumlah saksi mata lain justru meragukan -kalau tidak bisa dibilang menolak- pengakuannya. Ada sejarawan LIPI Asvi Marwan Adam, ada sejarawan Rushdy Husein, ada juga Letjen (TV One salah menyebut pangkatnya Mayjen) TNI Purn. Herman Sarens Soediro. Semuanya menolak pengakuan Andaryoko.

Melihat tayangan itu, meski tayangan tersebut tidak mau mengambil kesimpulan alias tetap membiarkan pengakuan Andaryoko itu menjadi tanda tanya, saya kok merasa bisa mengambil kesimpulan: pengakuan itu bohong belaka. Saya ceritakan sebabnya, dari sudut pandang berbeda. Sedikit menyinggung juga tentang psikologi yang sedikit saya pahami.

Sebenarnya, pengakuan Andaryoko dipicu oleh buku tulisan Baskara T. Wardaya berjudul Mencari Supriyadi: Kesaksian Pembantu Utama Bung Karno. Dalam buku tersebut memang kesimpulannya Andaryoko adalah Supriyadi.

Dalam wawancara di studio TV One di lobby Hotel Nikko, Andaryoko dipertemukan dengan sejarawan Rushdy Husein yang membawa sejumlah foto. Ia ditunjukkan dua foto dan ditanya apakah mengenali siapa orang dalam foto. Ternyata, Andaryoko tidak mampu mengenalinya. Foto itu adalah foto lama dari zaman Jepang, dimana ada tiga orang dalam dua lembar foto berpakaian seragam PETA. Dan salah satu foto itu adalah komandan batalyon Supriyadi. Bila Andaryoko adalah Supriyadi, mustahil ia tidak mengenali foto komandannya sendiri. Sejarawan Asvi Marwan Adam lebih spesifik lagi. Ia mengatakan Andaryoko salah dalam menyebutkan detail peristiwa historis yang faktanya diketahui banyak orang. Antara lain ia mengklaim sebagai pengerek bendera merah putih –yang kini jadi bendera pusaka- saat Proklamasi Kemerdekaan di jalan Pegangsaan Timur 56. Padahal, semua tahu kalau pengerek bendera tersebut adalah Kapten Heiho Latief Hendraningrat. Fotonya pun ada.

Lebih parah lagi, Andaryoko seolah hadir di semua peristiwa sejarah penting. Dari Jakarta, Semarang, Surabaya, hingga Blitar. Padahal, tidak mungkin hal itu terjadi. Apalagi di zaman itu dimana kita baru merdeka, sebagian besar wilayah masih dikuasai tentara pendudukan Jepang, dan tentu saja transportasi amat sulit.

Apalagi, keluarga Supriyadi sendiri membantah pengakuan Andaryoko. Adik tiri Supriyadi R.K. Oetomo Darmadi menampik Andaryoko adalah kakak tirinya. Katanya kepada Tempo Interaktif, banyak yang selama ini mengaku-aku Supriyadi. Masih banyak bukti lain yang membantah pengakuan Andaryoko

Dalam sebuah wawancara antara Tempo Interaktif dengan cucu Andaryoko bernama Bahtiar Setyo Wicaksono, diungkapkan bahwa ia pernah diajak kakeknya itu ke Museum Supriyadi di Blitar. Saat itu, Andaryoko malah menyatakan kalau foto Supriyadi yang terpasang di museum itu palsu. Berarti, foto-foto di buku-buku sejarah juga palsu. Sebuah paradoks. Karena untuk membuktikan dirinya adalah Supriyadi, langkah yang dilakukannya adalah dengan menyandingkan foto yang diaku foto dirinya di waktu muda dengan foto Supriyadi di buku 30 Tahun Indonesia Merdeka. Foto ini jelas sama dengan foto yang terpampang di museum.

Buat saya yang fotografer dan desainer grafis, dengan jelas terlihat kalau kedua foto tersebut cuma serupa, dan jelas tidak sama. Silahkan Anda perhatikan sendiri. Ciri itu ada pada lima bagian tubuh yang jelas tidak sama:

  • Mata: Mata Supriyadi lebih sipit daripada foto yang diklaim Andaryoko.

  • Alis: Alis Supriyadi lebih memanjang hingga melebihi batas terluar mata, juga lebih melengkung daripada alis di foto yang diklaim Andaryoko. Alis di foto Andaryoko seperti huruf v yang terputus dan tidak melengkung.

  • Dagu: Dagu Supriyadi lebih kotak, ada gumpalan daging yang menonjol ke depan lebih lebar. Foto yang diklaim Andaryoko lebih lancip, tanpa gumpalan daging.

  • Bibir: Bibir Supriyadi lebih tebal, dengan bagian atas bibir yang membentuk lengkungan mirip bibir wanita. Perhatikan juga sudut bibir Supriyadi dan foto yang diklaim Andaryoko yang berbeda.

  • Telinga: Daun telinga Supriyadi lebih panjang dengan cuping telinga –tempat wanita biasa menusukkan giwang/anting- lebih tebal daripada foto yang diklaim Andaryoko.

Nah, kenapa hal itu bisa terjadi? Ada orang yang mengaku dirinya adalah orang lain, dan kemudian dirinya sendiri malah jadi yakin dirinya adalah orang lain itu.

Dalam psikologi, Andaryoko mengalami apa yang disebut delusi. Tingkatannya akut hingga ia menganggap delusi itu adalah realita dan bukan cuma ilusi. Definisi delusi sendiri adalah keyakinan palsu yang menetap dalam alam pikiran si penderita dan tanpa kaitan dengan realitas sosio-kultural. Penderita amat yakin pada kebenaran keyakinannya padahal ia tidak mampu membuktikannya kepada orang lain dan tidak ada bukti pendukung apa pun selain ceritanya. Ia hidup dalam waham atau delusinya.

Ia mengambil alih khayalannya sebagai kenyataan. Beberapa waktu lalu saya pernah mengatakan mengagumi Soekarno dan Batman. Nah, apa yang dilakukan oleh Andaryoko bak saya mengaku sebagai Batman atau Soekarno.

Untuk yang terakhir, sejak dulu saya tahu ada yang mengaku-aku sebagai Soekarno. Bahkan lengkap dengan pakaian kebesarannya segala. Lantas, ada kelompok yang menyatakan Soekarno masih hidup. Ini jadi mirip sekte. Di luar negeri, fenomena ini dilakukan oleh para pemuja Elvis Presley atau Dolly Parton. Mereka meyakini idolanya masih hidup. Lucunya, tidak sekedar masih hidup, tapi umurnya pun masih saja sama dengan sewaktu jaya dulu. Padahal, kalaupun masih hidup, tentu mereka sudah tua. Apalagi faktanya sebenarnya jelas: mereka sudah tiada.

Tentu tidak sembarang tokoh dipilih, haruslah tokoh besar dan dikagumi. Tidak sekedar itu, efeknya harus bisa membuat orang percaya. Lebih baik lagi memang kalau ada legenda tertentu tentang si tokoh ini. Misalnya ia menghilang atau dikenal punya kesaktian. Maka walau tidak rinci, riset juga dilakukan. Karena keinginan menjadi orang besar itulah, maka waham yang diderita Andaryoko dikenal sebagai megalomania atau waham kebesaran. Bahasa teknisnya delusion of grandiosity. Ini merupakan penyakit psikologis dimana penderitanya selalu ingin dipuja bak tokoh besar, melebihi posisi dan status sosialnya yang sebenarnya. Karena kerapkali realitas yang dimilikinya tidak cukup untuk membuatnya dihormati sesuai keinginannya, ia lantas mengambil-alih kebesaran orang lain atau mengimitasi persona orang lain. Ini mengerikan dan sebenarnya orang macam ini layak dikategorikan menderita gangguan kejiwaan. Hanya saja memang tidak berbahaya selama yang bersangkutan tidak memanfaatkannya untuk tindakan kriminal seperti penipuan.

Mengenai kisah Supriyadi sendiri, hingga sekarang memang masih jadi misteri. Namun sesuai standar militer, bila 3 tahun setelah seseorang dinyatakan MIA (Missing In Action-Hilang Dalam Tugas), maka statusnya beralih menjadi KIA (Killed In Action-Terbunuh Dalam Tugas). Alias, sudah sewajarnya kalau kita menganggap Supriyadi meninggal. Meski tidak bisa dipastikan sesuai kesaksian Herman Sarens yang menyatakan Supriyadi telah ditembak mati tentara Jepang pasca ditangkap. Jadi, ke manakah Supriyadi pergi, apakah tertangkap dan ditembak mati Jepang atau gugur dalam suatu pertempuran, tetap menjadi misteri. Yang bukan misteri adalah, Andaryoko jelas bukan Supriyadi. Ia cuma pria tua kesepian yang mengalami delusi dan waham kebesaran. Dan mungkin ia memperoleh keuntungan finansial dari pengakuannya itu. Entahlah…

Keterangan Foto: Andaryoko (kiri). Foto Supriyadi di buku 30 Tahun Indonesia Merdeka dan foto lama yang diakui Andaryoko sebagai foto dirinya semasa muda. (kanan).

Sumber Foto: elfarid.multiply.com dan ranzbebek.blogspot.com

20 responses to “Supriyadi dan Andaryoko: Misteri Pahlawan Yang Hilang

  1. Salam,
    Artikel yang menarik. Saya rasa artikel anda ini bisa menjadi tambahan sudut pandang yang baru, yang kali ini anda tambahkan dengan aspek psikologis. Tinggal bagaimana masyarakat menyikapinya nanti.
    Tapi menurut saya. masih ada satu aspek lagi yang berhubungan dengan nama belakang andaryoko (yang menurut saya ada benang merah tentang kebenaran pengakuannya di sini), yaitu aspek mistis. Barangkali siapa bisa mengungkap dr situ, mungkin kebenaran bisa terkuak.
    Who knows….

  2. Salam kenal Pak Bayu. Misteri Supriyadi ini menurut saya juga sangat menarik hingga saya mengeksplor hampir semua berita tentang Eyang Andaryoko “Supriyadi” ini. Tetapi ternyata apa yang saya dapat mungkin berbeda dengan kesimpulan akhir Pak Bayu. Meskipun saya belum pada kesimpulan akhir, tetapi saya cenderung yakin kalo Eyang Andaryoko ini memang Supriyadi.
    Dari info yg saya peroleh, Eyang Andaryoko ini sama sekali tidak ada motif ekonomi ataupun jadi kaya. Kehidupannya selama ini sudah cukup baik dan salah satu anaknya yg bernama Wening, bertugas di kantor kedubes RI di Norwegia. Selain foto dirinya itu, dia pun punya foto-foto dirinya dan istrinya Fatma bersama Soekarno, dan juga ada fotonya dengan Pembantu Utama Soekarno yang lain, yaitu Danu Asmoro.
    Coba Pak Bayu ke forum Blitar.org, di sana ada perbincangan dengan salah satu keluarga Supriyadi di Blitar. Dia mengatakan, ketika jaman Supriyadi Pak Oetomo Darmadi masih kecil (usia 12 tahun), jadi omongannya belum bisa dipegang sepenuhnya.
    Mengenai foto Supriyadi yang beredar di buku-buku sejarah, menurut saya itu bukan foto asli, itu lebih menyerupai lukisan, jadi memang tidak sama persis dengan foto aslinya. Tapi dari tulang bentuk wajah, tulang muka, alis, dan bibir mirip dengan foto masa muda Eyang Andaryoko.
    Mengenai si pengibar bendera pusaka, ada beberapa versi Pak Bayu, dia ntaranya juga muncul nama Ilyas Karim dan Shudancho Singgih, dan ada juga nama Suhud.
    Saya sendiri berharap, penyelidikan tentang Supriyadi tuntas hingga sejarah yang sebenarnya terkuak.

  3. Senang sekali kalau ada tanggapan dari LifeLearner yang terbuka pada perbedaan seperti bung axcrypt (nama aslinya sopo tho mas? hehe) dan bung Agus. Well, saya mungkin kalau sempat juga perlu ketemu langsung dengan si eyang ini. Tapi sewaktu saya jadi wartawan saya pernah beberapa kali ketemu Pak Oetomo Darmadi. Dan saya pun tahu banyak orang mengaku-aku macam ini. Bahkan saya masih menyimpan beberapa berkas dari orang-orang yang kena waham kebesaran tersebut. Soal motif, saya menyebut memang bukan ekonomi, tapi soal kepuasan jiwa saja. Tapi yang jelas, kalau diwawancara di televisi pasti diberikan transport. Nah, soal eyang Andaryoko ini, sepertinya sih pemerintah tidak akan merespon lebih lanjut. Sudah kebanyakan urusan. Tapi lumayan dia dapat ekspose tingkat nasional karena sekarang media sudah bebas. Dulu zaman Soeharto orang macam ini sampai ‘ngemis’ minta dipublikasi ke media belum tentu dikasih. 😉

  4. Yang menganggap Shodanco (Danki) Suprijadi adalah orang besar siap-siap untuk kecewa, kerena beliau tak lebih dari manusia biasa yang pemberontakannya pun pemberontakan yang biasa-biasa saja bukan skala nasional. Tetapi dikemudian hari kisahnya dijadikan amunisi politik oleh Sukarno, Pak Karno ini kan dituduh sebagai kompradornya jepang, mengirimkan rakyatnya sendiri menjadi romusha, nah dengan mengaku bahwa dia ikut merencanakan pemberontakan Blitar bersama Danki Suprijadi tentunya akan membantah tuduhan ini. Suprijadi dan Kisah Pemberontakan Blitar menjadi semakin menasional karena masuknya seorang tokoh besar yaitu Bung Karno.

  5. Yang Jelas Andaryoko Bukan Supriyadi, karna pahlawan seperti Beliau ( Supriyadi ) bukanlah Pahlawan yang mencari nama, tapi perjuangannya semata-mata karna demi kepentingan rakyat

    • hmm…. justru itu yg jadi polemik. saya sangat meragukan sebab tidak ada buktinya. foto yg dia klaim sebagai foto dirinya sewaktu muda tidak mirip dg foto supriyadi.

  6. salam kenal Pak Bayu.
    Saya kebetulan mengenal secara pribadi dengan Pak Andaryoko di Semarang. Ketika itu th 1982, saya masih kuliah tingkat 4 di UNDIP Semarang. Beliau datang ke rumah saya utk minta dibuatkan sebuah amplifier HiFi rakitan meng-clone sebuah amplifier branded papan atas buatan jepang. Beliau sangat puas dan membuat kami akrab. Disetiap pertemuan dengan beliau, memang obrolannya tidak jauh jauh dari ‘dunia lain’. Namaun sejauh saya mengenal baliau di waktu itu (1982 – 1987), sedikitpun tak pernah menyinggung sejarah Suprijadi. Saya tertegun dan heran ketika pertama kali TVOne (atau METRO?) mengangkat ‘cerita ini’. Saya tidak habis bertanya tanya : ada apa dengan Bapak ini? Kasihan, beliau sdh mulai pikun dan dimanfaatkan oleh ‘pihak tertentu’ (?) yang saya tdk tahu apakah demi uang atau sekedar coba coba utk membonceng populeritas.
    Salam dari Jakarta : Didik Wiryawan Adhi

    • Terima kasih banyak atas infonya Pak Didik. Kini masalahnya sudah ‘terpendam’, namun memang soal Supriyadi belum juga terungkap, mungkin malah tidak akan terungkap. Semoga kebenaran akan terungkap dan tidak ada yang dirugikan, termasuk juga teman Pak Didik yaitu Pak Andaryoko ini.

  7. Fakta dari catatan sejarah :
    14 Februari 1945 ; “pemberontakan” PETA Blitar, dipimpin Shodancho Supriyadi
    5 September 1945 kabinet presidensiil pertama dibentuk, Supriyadi ditunjuk menjadi Menteri Pertahanan. (Yang dimaksud adalah Supriyadi “PETA Blitar”)
    20 Oktober 1945, ditunjuk pengganti Supriyadi sebagai Menteri Pertahanan (ditunjuk Menteri Pertahanan ad interim).
    20 Oktober 1945 juga Supriyadi yang semula sebagai Menteri Pertahanan ditunjuk sebagai Panglima Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

    Sampai sini, ada yang aneh bukan ? Kalau Supriyadi memang tidak muncuk juga sampai tanggal 20 Oktober 1945, kenapa pula tanggal 20 Oktober itu ditunjuk sebagai Panglima TKR ?? Kesimpulannya, saat itu memang Supriyadi masih ada/hidup.

    Lanjut lagi ya tentang fakta.

    22 Oktober 1945, Supriyadi (sebagai Panglima TKR) terbang dari Jakarta menuju Semarang untuk mengurus perlucutan senjata tentara Jepang. (Documenta Historica, 1953)

    Kalau catatan sejarah 5 September s.d. 20 Oktober 1945 mengenai Supriyadi “hanya” berupa penunjukan pemerintah RI saat itu sebagai menteri dan panglima TKR mungkin orang2 akan berkilah bahwa itu hanya panggilan untuk memberikan “reward” atas perjuangan Supriyadi. Tapi catatan sejarah tanggal 22 Oktober 1945, itu menunjukkan bahwa Supriyadi aktif ! Berjuang ! Masih hidup !!!!! Sampai saat itu.

    Namun apakah itu Andaryoko (alm) ?? Nanti dulu.

    Apakah tertarik dengan catatan sejarah berikutnya ?

  8. biar lebih jelas pertemkan saja pak andaryoko dgn mbh tukirin yg ada di blitar,beliau adalah mantan bawahan pak supriyadi yg ikut rapat swaktu akan melancarkan pmbrotakan. tentu saja klo bliau2nya masih gesang smpe saat ini. MERDEKA.

  9. seharusnya jaman moderen gini paling akurat ya pakai metode perbandingan DNA andaryoko dan keluarga sebagai bukti salah benarnya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s