Belajar dari Ksatria Kegelapan: Dilema Pilihan

The Dark KnightSabtu kemarin, saya menuliskan resensi film The Dark Knight, salah satu sekuel Batman. Hari ini, saya mencoba menarik pelajaran dari film itu. Seperti nama blog ini: LifeSchool, belajar dari kehidupan. Termasuk film. Dari tontonan biasa kita bisa menarik pelajaran luar biasa.

Batman, adalah nama yang dipilih oleh Bruce Wayne untuk alter ego-nya sebagai pembasmi kejahatan. Sudah cukup banyak buku ditulis mengenai penggambaran tokoh komik yang hampir semua adalah kehidupan ganda dari orang biasa. Pengecualian ada pada X-Men dimana mutant-mutant tersebut sehari-harinya harus bersembunyi karena kelebihan –yang dipandang sebagai keanehan- yang mereka miliki.

Sewaktu kecil, superhero asing pertama yang saya kenal adalah Superman. Sementara saya lebih dulu mengenal Gatotkaca. Keduanya amat mirip. Sama-sama bisa terbang, sama-sama kebal senjata, sama-sama baik hatinya. Yang satu bule Amrik yang aslinya Krypton, yang satu Jawa keturunan India. Tapi seiring berjalannya waktu, saya kehilangan kekaguman pada keduanya. Gatotkaca, saya tahu ternyata bisa mati. Ia gugur dalam Bharatayuda oleh senjata tombak Kunta Wijayadanu. Sementara Superman akan lemas oleh batu Kryptonite. Di versi komik, Superman bahkan sudah mati dibunuh oleh Doomsday pada 1992. Meski kemudian ia dihidupkan kembali atas permintaan pembaca.

Di versi wayang, saya kemudian lebih kagum pada Kresna. Dia adalah pengejawantahan Batara Wisnu, salah satu dewa tertinggi dalam mitologi Hindu (dan juga Jawa). Ia sakti mandraguna dan tak terkalahkan. Meski dalam kultur Jawa posisinya masih di bawah Sang Hyang Batara Guru dan dewa tertua yaitu Batara Ismaya, toh ia sebenarnya punya peran sentral dalam keseluruhan cerita jagad perwayangan. Malah dalam versi India Wisnu adalah dewa tertinggi penguasa semesta.

Nah, di komik barat inilah saya kemudian mengenal Batman. Manusia biasa yang jadi luar biasa karena dia MEMILIH untuk jadi LUAR BIASA. Duh, kok saya jadi seperti motivator begini ya? Menuliskan beberapa kata dalam huruf besar. Hehehe.

Bagi yang belum tahu, kenapa Bruce Wayne MEMILIH jadi Batman, sebaiknya menonton Batman Begins (2005). Ini sekuel film Batman sebelum The Dark Knight. Di situ dikisahkan Bruce Wayne ternyata MEMILIH untuk menjadi Batman guna melawan kejahatan. Ini berbeda dengan kisah Spiderman atau Hulk yang ‘kebetulan’ saja mendapat kekuatan super dan kemudian ‘terpaksa’ menjadi jagoan.

Batman menggunakan PILIHAN-nya untuk menjadi orang baik. Ia menggunakan kekuatan MORAL-nya untuk membedakan baik dan jahat. Patut diingat, di kisah ini pembaca komik dan pemirsa film akan sering dihadapkan pada dilema moralitas: Siapa yang baik, siapa yang jahat? Siapa teman, siapa lawan? Siapa pahlawan, siapa pengganggu ketentraman?

Batman membalikkan nalar umum bahwa kebaikan identik dengan terang. Kebaikan selalu nampak telanjang. Ternyata tidak. Di balik segala yang ditampilkan, manusia ternyata punya topeng kepribadian. Dalam Batman Begins Bruce Wayne mengusir tamu-tamu di pesta ulangtahunnya agar pulang, mengatakan mereka semua menampilkan senyum palsu belaka. Begitulah manusia, yang tampak belum tentu yang asli.

Dalam film The Dark Knight ini, Batman berhadapan dengan pilihan-pilihan lagi: Siapa yang lebih dicintai? Siapa yang akan diselamatkan? Ia harus membuat pilihan. Dan itulah hidup kita, senantiasa penuh dengan pilihan. Tiap saat kita harus memilih. Duduk atau berdiri? Kiri atau kanan? Sekarang atau besok? Beli atau tidak? Dsb. Dll. Dst

Tuhan memberikan pilihan bebas atau free will ini untuk kita pergunakan. Pertimbangkan segala aspek yang mungkin terpikir, tapi ingatlah tidak ada ceteris paribus. Selalu ada variabel yang tidak mampu kita kontrol. Karena itu, membuat pilihan bukan berarti harus tahu segala sebab dan efeknya. Yang perlu kita tahu adalah menyelaraskan keinginan dan hasrat kita dengan pilihan yang akan kita buat. Keinginan dan hasrat ini tentulah harus sesuai dengan standar moralitas masyarakat. Moralitas masyarakat tidak membenarkan bila kita membuat pilihan untuk menikahi pasangan hidup orang lain misalnya.

Memilih berarti berani bertanggung-jawab. Hanya orang yang berani memilih yang akan maju. Tidak penting apakah kemudian pilihan kita benar atau salah, pilihan selalu bisa dibuat lagi. Bila kita salah langkah, ubah! Di sini saya lantas teringat pada ucapan Rhenald Kasali di bukunya: “Seberapa pun salah jalan yang Anda pilih, putar haluan!”

Ilustrasi: www.impawards.com

 

Kunjungi RESENSI-BHAYU untuk membaca resensi dan tulisan tentang film lainnya

(klik nama situs di atas atau klik gambar di bawah ini)

visit resensi-bhayu com

2 responses to “Belajar dari Ksatria Kegelapan: Dilema Pilihan

  1. Ping-balik: Batman dan Joker: Antara Pahlawan dan Penjahat « LifeSchool by Bhayu M.H.·

  2. Ping-balik: Belajar dari Ksatria Kegelapan: Dilema Pilihan | Resensi Film-Bhayu MH·

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s