“There is something change, and there are which not,” kata Trinity kepada Neo dalam Matrix: Revolutions. Saya tadi siang pas lagi ngaso juga sempat melihat acara “Zona 80-an” di Metro TV. Saya melihat betapa manusia menua. Mereka yang dulu jago ke disko, kini sudah jadi oom-oom endut. Kebetulan yang datang adalah alumni SMAN 6 di Bulungan yang -kalau pakai bahasa sekarang- “gaul.”

Artinya, tiada yang tetap dari alam. Panta Rei Ka Udon Menei, kata Herakleitos. Terus bergerak, tiada yang tinggal tetap. Manusia berubah, dunia berubah. Saya pun agak kaget ketika bertemu seorang teman yang kebetulan cukup terkenal di bidangnya (ia sering diwawancara media bisnis) dan ternyata pandangannya tidak seperti yang sering tampak di atas panggung. Karena ia sering diminta jadi pembicara, paparannya di forum tampak begitu memukau. Sementara saat saya bertemu, saya melihat teman yang sinis pada orang lain dan menganggap hidup adalah ‘milik’nya.

Saat kita dalam kesulitan, ingatlah ada yang lebih sulit dari kita. Semua pasti berakhir. Tapi saat semua berakhir, ingatlah saat kita dalam kesulitan. Sehingga kita tidak menganggap hidup ‘milik’ kita. Teman saya itu seorang pejuang hebat, ia pernah diwawancara talkshow terkemuka di televisi. Perjuangan hidupnya luar biasa. Sayangnya, saat ia sudah di puncak, sepertinya ia merasa itu buah perjuangannya sendiri. Orang lain tidak banyak berperan. Padahal, saya merasa tukang becak yang mengantar saya sekolah saat SD pun jelas punya peranan dalam hidup saya.

Saya tidak minta apa-apa kepadanya, hanya mau sharing dan ngobrol belaka. Perlakuan yang saya terima mirip dengan mantan dosen saya (lihat posting berjudul “Mantan Dosen). Saya diperlakukan bak peminta hina yang bisanya cuma mengganggu orang yang punya uang. Duh. Tapi bagaimanapun, waktunya yang berharga dan masih disempatkan menemui saya sudah saya hargai. Saya amat berterimakasih. Semoga saja ia bisa mencontoh karakter Benyamin yang saya tulis kemarin. Dan kembali berubah seperti teman saya yang amat menghargai hidup.