Memasang judul itu, saya jadi ingat kisah “Tintin di Tibet”. Cerita itu begitu menarik karena kisah petualangan sang wartawan muda itu dilatarbelakangi eksplorasi kekayaan budaya negeri itu. Namun apa yang terjadi di Tibet baru-baru ini tenyata jauh dari kisah indah.

Kali ini saya hanya hendak membahas betapa Dalai Lama selaku penguasa Tibet ternyata telah lama bersahabat dengan Islam. Tak heran Ibnu Khaldun dan Tabari sempat menyebutkan nama Tibet dalam tulisannya. Kisah mesra ini telah berlangsung semenjak abad ke-8 M.

Di masa itu Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717 M-720 M) dari Dinasti Umayyah mengirimkan utusannya ke negeri di kaki Himalaya itu. Salah bin Abdullah Hanafi adalah utusan pertama yang datang atas permintaan dari Cina dan Tibet sendiri.

Walau dakwah sudah dilakukan, namun kentalnya nuansa agama Buddha membuat tak banyak warga Tibet asli yang berpindah agama. Muslim Tibet justru berasal dari warga keturunan atau imigran Kashmir, Arab, atau Persia. Asimilasi terjadi karena para pedagang muslim melakukan pernikahan dengan wanita Tibet.

Hingga kini, persahabatan Tibet dengan dunia Islam tetap terpelihara. Sejumlah masjid yang ada di sana tetap dipelahara dengan baik. Selain itu Dalai Lama pada tahun 2006 pernah tampil untuk membela Islam. Dalam Konferensi Anti Teror yang diadakan di San Fransisco A.S. itu, ia mengatakan Islam telah diperlakukan secara tidak adil. Padahal, menurutnya Islam mempunyai pesan dan ajaran yang sama dengan agama lain, yaitu kasih sayang.

Dunia Islam sayangnya tidak tergerak untuk melakukan hal serupa saat Tibet diperlakukan tidak adil oleh pemerintah RRC. Sekedar informasi, Tibet baru menjadi provinsi Republik Rakyat Tiongkok (sekarang Republik Rakyat China) pasca invasi Tentara Merah tahun 1950. Sebelumnya, Tibet diperintah oleh Kerajaan Tibet dengan pimpinan negaranya adalah Dalai Lama.