Kartun Nabi & Palestina

Terjadi lagi, harian Denmark Jyllands Posten mempublikasikan kartun Nabi Muhammad SAW yang bagi umat Islam pengikut ahlu sunnah wal jama’ah (sunni) terlarang untuk digambar. Lebih parah lagi, kali ini Nabi Suci umat Islam itu digambarkan sebagai teroris yang membawa pedang dan bom. Padahal harian yang sama pernah pula mendapat kasus serupa pada 2005. Saat itu tak kurang dari Perdana Menteri Denmark Anders Fogh Rasmussen juga langsung mengecam koran tersebut, walau tidak bisa melakukan tindakan apa pun kepada pers karena dilindungi undang-undang negaranya. Pada akhirnya PM Denmark dan pimpinan Jyllands Posten merasa perlu meminta maaf kepada komunitas muslim dunia.

Kali ini, tidak cuma harian itu yang mendapat reaksi keras. Situs youtube pun sempat di-banned oleh pemerintah Pakistan dan situs wikipedia juga dibanjiri e-mail yang memprotes pemuatan gambar Nabi. Sebenarnya, gambar yang dimuat oleh wikipedia berbeda karena berasal dari gambar di abad pertengahan, namun tetap saja itu memicu protes.

Demonstrasi jalanan digelar dan aneka kecaman tertulis dilontarkan. Hal ini terjadi di tengah gencarnya gempuran Israel ke kamp pengungsi di jalur Gaza, Palestina. Ini menarik, karena gempuran Israel yang membabi-buta terhadap Palestina yang muslim justru lebih sedikit memancing reaksi ketimbang pemuatan gambar kartun Nabi. Apakah memang nyawa manusia lebih murah daripada gambar?

Tentu bukan itu masalahnya. Gambar Nabi adalah sebuah simbolisasi. Seperti diutarakan oleh Annemarie Schimmel (penulis buku And Muhammad Is His Messenger: The Veneration of the Prophet in Islamic Piety), kecintaan muslim pada Nabi-nya melebihi kecintaan pada apa pun jua, bahkan lebih daripada dirinya sendiri. Ini karena muslim merasa berhutang budi pada Nabi yang telah menyelamatkan mereka dari kejahilan dan memperkenalkan mereka pada Allah yang sejati. Oleh karena itu, mengetahui Nabi-nya dilecehkan walau hanya melalui gambar, muslim merasa wajib membela.

Masalahnya, pandangan ini tidak selaras dengan pandangan di sebagian besar negara Eropa dan Amerika yang kebetulan beragama Kristen. Dalam Judeo-Christian Western World tersebut, agama dipisahkan dari kehidupan kemasyarakatan-kenegaraan yang sekuler. Jangankan Nabi Muhammad yang cuma Nabi, Nabinya agama lain lagi, wong Yesus yang dianggap Tuhan agama mereka saja kerap dilecehkan kok. Dan gereja tidak berbuat apa-apa karena sejak Renaissance kekuasaan mereka memang sudah dilucuti penguasa negara.

Tentu saja, keinginan membela Nabi, perasaan sebagai komunitas dunia muslim yang besar sebagai peer-group, telah membuat reaksi umat Islam membesar. Sementara untuk kasus Palestina, seolah terjadi apatisme karena kasus itu sejak 1948 tak kunjung selesai. Keapatisan ini untuk sebagiannya diwujudkan dengan menunggu turunnya Imam Mahdi menjelang Al-Mahkamat al-Kubro atau Armageddon. Jadi pertempuran demi pertempuran seolah dianggap wajar karena dianggap sebagai eskalasi demi peperangan akbar terakhir yang akan mewujudkan dunia baru yang dijanjikan oleh agama-agama Abrahamic: Yahudi, Nasrani, dan Islam. Dalam prosesi menjelang akhir zaman inilah masing-masing pihak yakin umatnya akan diwujudkan janjinya oleh Tuhan dengan menjadi “umat terpilih” yang mengalahkan umat lain. Inilah yang kemudian ditengarai oleh Samuel P. Huntington dengan tesisnya Clash of Civilization.

Inilah repotnya apabila hal duniawi kemudian dilatarbelakangi oleh sesuatu yang agamawi. Masing-masing pihak bertikai merasa ‘direstui Tuhan’ sehingga akan rela mati mempertahankan keyakinannya. Dalam kasus kartun Nabi, sebenarnya yang terjadi adalah kaum agamawan versus kaum pembela kebebasan manusia (free will). Hanya saja, karena kebetulan terjadinya di Judeo-Christian Western World, maka dianggap sebagai serangan vis a vis Kristen terhadap Islam. Padahal, pembuatnya bukanlah gereja dan cuma kartunis koran biasa. Hanya saja, ketidakpedulian masyarakat liberal barat terhadap perasaan umat beragama telah membuat masalah sederhana ini menjadi rumit.

Mungkin mereka tidak tahu, bahwa di dunia Kristen abad pertengahan pernah terjadi konflik yang disebut ikonoklasme. Ini karena di tengah gencarnya ekspansi kekalifahan Islam yang menguasai dunia, Paus Leo III (680-741) memerintahkan penghancuran ikon apa pun di  gereja. Maka, ikon-ikon Yesus, Maria, para malaikat, juga para santo-santa lantas dibersihkan dan dianggap tidak layak. Gerakan ini berlangsung dari 724-843 dan jelas dinyatakan terinspirasi dari dunia Islam yang melarang penggambaran makhluk hidup -terutama manusia dan binatang- secara harfiah. Pada 843 gerakan ini kalah seiring dengan pergantian Paus dan ternyata ini menyuburkan seni di Judeo-Christian Western World. Eksplorasi keindahan tubuh ala Yunani dikerjakan para seniman dan kita masih bisa melihat peninggalannya termasuk karya Michaelangelo (1475-1564) di kapel Sistina, Vatikan di kemudian hari.

Kekalahan ikonoklasme inilah yang kemudian membuat penggambaran Tuhan, malaikat, dan segala bentuk ketuhanan dan keagamaan tidaklah ditabukan di Judeo-Christian Western World. Tentu sejarah ini berbeda dengan di dunia Islam dimana adanya hadits Nabi yang terjaga kemurniannya yang secara tekstual memang memberlakukan larangan penggambaran Nabi. Perbedaan inilah yang bisa jadi diabaikan penganut awam kedua agama.

One response to “Kartun Nabi & Palestina

  1. Syetan beraksi dalam modus visualisasi, baik yang tercipta dalam fikiran, maupun yang telah tertuang dalam beragam karya manusia, seperti seni, ilustrasi, dan sebagainya.

    Demikianlah ini diciptakan dengan sengaja (atau tidak) yang tentu mempunyai tujuan tidak terduga.

    cobalah baca artikel saya di :
    http://iwansyamsumin.wordpress.com/

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s